Suara.com - Warga Jabodetabek digegerkan dengan hujan tiba-tiba dan dianggap angin segar untuk mengatasi polusi udara. Belakangan baru diketahui, hujan terjadi karena teknologi modifikasi cuaca (TMC), apa sih itu?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan hujan yang mengguyur wilayah Bogor, Depok, Tangerang Selatan, hingga Jakarta Selatan pada Minggu, 27 Agustus 2023 merupakan hasil modifikasi cuaca.
Menurut BMKG, langkah ini dilakukan untuk mengatasi persoalan polusi udara, yang dilakukan oleh BNPB, BMKG, BRIN, dan TNI untuk penanganan bencana kekeringan di kawasan Jabodetabek.
"Hujan turun karena penerapan teknologi modifikasi cuaca yang masih dilakukan. Rencananya, (modifikasi cuaca) sampai 2 September 2023," ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati kepada wartawan di hari yang sama.
Baca Juga: Aksi Siram Jalanan untuk Kurangi Dampak Polusi Udara di Jakarta Tuai Komentar Skeptis: Emang Ngaruh?
Operasi TMC ini dimulai sejak tanggal 24 Agustus 2023 menggunakan pesawat CASA 212 TNI AU bernomor registrasi A-2114. TMC dilakukan dengan menyemaikan natrium klorida (NaCl) atau garam dan Cao atau kapur tohor aktif.
Apa Itu Modifikasi Cuaca?
Melansir situs Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (28/8/2023) Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) adalah salah satu bentuk upaya manusia untuk memodifikasi cuaca dengan tujuan tertentu agar mendapatkan kondisi cuaca seperti yang diinginkan.
Tujuan modifikasi cuaca umumnya untuk meningkatkan intensitas curah hujan di suatu tempat alias rain enhancement, atau bisa juga digunakan untuk kondisi sebaliknya (rain reduction).
Dalam konteks pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim, TMC menjadi salah satu solusi yang bisa diandalkan dalam mengurangi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana yang disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca.
Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Memburuk, Pakar Kesehatan Larang Balita Bermain di Taman Dekat Jalan
Cara Kerja Modifikasi Cuaca
Umumnya bahan semai berupa NaCl ke awan di antarkan menggunakan pesawat, tapi beberapa tahun terakhir, para peneliti telah mengembangkan metode penyampaian bahan semai ke dalam awan dari darat. Salah satunya menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG) dan wahana Pohon Flare untuk sistem statis.
Kedua metode ini mempunyai prinsip kerja yang sama dalam menghantarkan bahan semai ke dalam awan, yaitu dengan memanfaatkan keberadaan awan orografik dan awan yang tumbuh di sekitar pegunungan sebagai targetnya.
Tak heran, metode GBG dan Pohon Flare biasanya digunakan di wilayah yang mempunyai topografi pegunungan.
Hujan Buatan Efektif Kurangi Polusi Udara?
The Daily Beast, menurut para peneliti Tiongkok hujan buatan mampu mengurangi polusi udara di kota Beijing lebih dari dua pertiganya, dan membuat indeks kualitas udara jadi lebih baik.
Tapi Profesor Ilmu Atmosfer Kelautan Universitas Colorado, Boulder, Katja Freidrich mengatakan hujan buatan bukan langkah yang paling efektif, dan Tiongkok bisa jadi salah kaprah, polusi ini bisa digunakan secara jangka panjang.
"Hujan memang menghilangkan polusi di udara, tapi tidak menghilangkan sumbernya. Menurut saya lebih mudah menyelesaikan masalah (penyebab) polusi udara daripada mencoba menyelesaikannya dengan penyemaian awan," terang Katja.
Ia juga menambahkan penyemaian bukan solusi polusi udara tapi efektif untuk mengatasi kekeringan. Seperti di Amerika Barat mengalami kekeringan panjang, sehingga negara bagian Barat seperti Arizona, California, Colorado, dan Wyoming telah menerapkan penyemaian awan untuk menjaga tanaman tetap hidup dan menjaga pasokan air.