Suara.com - Beberapa waktu lalu sempat ramai pemberitaan bahwa sekitar 4.000 warga negara di Indonesia pindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura. Pemerintah menyebut bahwa sebagian besar dari mereka ialah best talent yang dimiliki Indonesia, dan beberapa di antaranya ialah peneliti muda.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Hayati dan Lingkungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Iman Hidayat mengakui bahwa selama ini ekosistem riset bagi peneliti, khususnya peneliti muda di Indonesia memang masih belum mendukung dan tertinggal dengan negara tetangga.
"Bahwa kita cukup tertinggal gitu ya dibanding negara-negara tentangga, Singapura sudah jelas, Malaysia juga kita tertinggal. Tapi ini yang akan coba kita cari, karena hanya dengan meng-create ekosistem yang pas, maka best talent ini akan muncul," ujar Iman saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Iman menjelaskan bahwa untuk membuat suatu ekosistem yang mendukung peneliti untuk bisa berkarya di dalam negeri memang cukup kompleks. Beberapa di antaranya mulai dari dukungan infrastruktur, jenjang karier sebagai peneliti, hingga persoalan upah.
Baca Juga: Peneliti: 90 Persen Produk Air Isi Ulang Tidak Layak Konsumsi
"Ekosistem kan kompleks, mulai salari, pulang gaji Rp10 juta gak mau. Sekarang BRIN gajinya tinggi, di Rp27-28 juta, baru masuk saja di 15 jutaan, itu sudah cukup memadai lah, bisa bersaing dengan malaysia. Dana risetnya juga ada, salary juga tinggi, jadi profesi ASN periset ini paling tinggi take home paynya, dan ada SDM juga ada didanai oleh BRIN, jadi eksositem ini yang dibangun agar tumbuh sebagai satu negara," ujar Iman.
Hal ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh ”Merck Young Scientist Award 2023” untuk mendukung para peneliti muda di sejumlah negara, salah satunya Indoneisa. Presiden Direktur PT Merck Chemicals and Life Sciences Bruno Alexandre Mateus menjelaskan,bahwa dukungan untuk peneliti muda sangat penting.
"Kenapa program ini fokus pada peneliti muda, karena saintis di hari ini adalah peneliti di masa depan. Kita tahu peneliti butuh dukungan berupa dana dan ini yang coba dilakukan berupa funding yang memungkinkan ide-ide mereka menjadi kenyataan," ujar Bruno.
Bruno juga memberikan gambaran, bahwa pandemi Covid-19 menjadi disrupsi di berbagai bidang, termasuk dalam hal riset. Pandei Covid-19 juga mengubah cara peneliti muda melakukan penelitian mereka.
“Tahun ini, kami berfokus pada pengembangan pengobatan inovatif berkelanjutan. Kami percaya bahwa para ilmuan muda memainkan peran kunci dalam memajukan bidang kesehatan dan sains. Sebab, generasi muda adalah corong utama dalam keberlangsungan penelitian ilmiah, dan kami meyakini bahwa perspektif baru dan pengetahuan yang mereka miliki mampu membentuk masa depan yang lebih cerah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia,” tutup Bruno A. Mateus.
Baca Juga: Perjalanan Kasus Andi Pangerang Peneliti BRIN yang Ancam Warga Muhammadiyah: Kini Dipecat