Suara.com - Pagi itu mulanya berjalan seperti biasa. Tidak terpikirkan bahwa pagi cerah itu akan mengubah kehidupan Muhammad Hibatul Idris menjadi kelabu.
Semua bermula saat lima orang tidak dikenal datang ke rumahnya. Lelaki yang akrab disapa Hibat itu dijemput paksa tanpa penjelasan dan persetujuan. Ia dibawa ke tempat antah berantah.
Setelah perjalanan panjang, ia akhirnya tiba. Tempat itu masih asing baginya. Hanya bau tidak sedap yang langsung melintas menusuk hidungnya begitu ia sampai di depan pintu sebuah bangunan. Bau itu mirip dengan kotoran manusia.
Sejauh mata memandang bangunan itu lebih nampak seperti sebuah penjara dengan lorong panjang dan sel besi dengan gembok mengalung di gagang pintunya. Belakangan ia baru tahu bahwa ia ternyata dibawa ke sebuah panti sosial untuk para penyandang disabilitas mental, di kawasan Banten.

Semua itu nyatanya baru awal dari penderitaan yang ia alami di panti sosial itu. Hari demi hari Hibat jalani di dalam tempat yang lebih mirip 'neraka' baginya. Gerak Hibat juga terbatas.
Ia dikurung di sebuah ruangan 2x1 yang bentuknya lebih mirip sel penjara. Kaki dan tangannya dirantai sebuah kait yang terikat di beton. Ia sulit untuk bergerak.
Ia terpaksa tidur, makan, hingga buang air di ruang yang sama. Hibat juga tidak bisa mencucinya dengan air bersih.
Setiap harinya ia juga disuguhkan makanan tidak layak. Makanan ini bagi Hibat lebih mirip sumber penyakit dibanding asupan yang bikin perutnya kenyang. Rentetan pengalaman itu membuatnya sempat mengalami sakit kulit.

Ia ditelantarkan dan tidak mendapat perawatan medis. Hanya lantunan ayat suci yang didengarkan kepadanya seolah-olah sebagai pengobatan. Bahkan salah satu penghuni panti di sana akhirnya mesti meregang nyawa akibat buruknya perawatan dan pelayanan di panti sosial itu.
Baca Juga: Ini Dia 5 Manfaat Menulis Buku Harian, Baik Buat Kesehatan Mental Loh!
Beruntung akhirnya ia bisa keluar dari 'neraka' itu. Semua itu berkat bantuan Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia. Tapi perasaanya masih gusar. Hatinya teriris mengingat banyak penyandang disabilitas mental lainnya yang masih terkurung di panti. Hibat tidak mampu mengingat berapa lama sebenarnya ia berada di dalam sana.