Bak Hidup Di Neraka: Pengalaman Hibat Dipaksa Tinggal di Panti Sosial, Kaki Dirantai Hingga Sulit Buang Air

Senin, 28 Agustus 2023 | 09:51 WIB
Bak Hidup Di Neraka: Pengalaman Hibat Dipaksa Tinggal di Panti Sosial, Kaki Dirantai Hingga Sulit Buang Air
Penyandang disabilitas mental dipasung. Dokumentasi Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pagi itu mulanya berjalan seperti biasa. Tidak terpikirkan bahwa pagi cerah itu akan mengubah kehidupan Muhammad Hibatul Idris menjadi kelabu. 

Semua bermula saat lima orang tidak dikenal datang ke rumahnya. Lelaki yang akrab disapa Hibat itu dijemput paksa tanpa penjelasan dan persetujuan. Ia dibawa ke tempat antah berantah. 

Setelah perjalanan panjang, ia akhirnya tiba. Tempat itu masih asing baginya. Hanya bau tidak sedap yang langsung melintas menusuk hidungnya begitu ia sampai di depan pintu sebuah bangunan. Bau itu mirip dengan kotoran manusia.

Sejauh mata memandang bangunan itu lebih nampak seperti sebuah penjara dengan lorong panjang dan sel besi dengan gembok mengalung di gagang pintunya.  Belakangan ia baru tahu bahwa ia ternyata dibawa ke sebuah panti sosial untuk para penyandang disabilitas mental, di kawasan Banten. 

Baca Juga: Ini Dia 5 Manfaat Menulis Buku Harian, Baik Buat Kesehatan Mental Loh!

Penyandang disabilitas mental dipasung. Dokumentasi Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia
Penyandang disabilitas mental dipasung. Dokumentasi Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia

Semua itu nyatanya baru awal dari penderitaan yang ia alami di panti sosial itu. Hari demi hari Hibat jalani di dalam tempat yang lebih mirip 'neraka' baginya. Gerak Hibat  juga terbatas.

Ia dikurung di sebuah ruangan 2x1 yang bentuknya lebih mirip sel penjara. Kaki dan tangannya dirantai sebuah kait yang terikat di beton.  Ia sulit untuk bergerak. 

Ia terpaksa tidur, makan, hingga buang air di ruang yang sama. Hibat juga tidak bisa mencucinya dengan air bersih.

Setiap harinya ia juga disuguhkan makanan tidak layak. Makanan ini bagi Hibat lebih mirip sumber penyakit dibanding asupan yang bikin perutnya kenyang. Rentetan pengalaman itu membuatnya sempat mengalami sakit kulit. 

Penyandang disabilitas mental dipasung. Dokumentasi Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia
Penyandang disabilitas mental dipasung. Dokumentasi Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia

Ia ditelantarkan dan tidak mendapat perawatan medis. Hanya lantunan ayat suci yang didengarkan kepadanya seolah-olah sebagai pengobatan. Bahkan salah satu penghuni panti di sana akhirnya mesti meregang  nyawa akibat buruknya perawatan dan pelayanan di panti sosial itu. 

Baca Juga: 5 Dampak Negatif Kecanduan Judi Online, Bisa Mengganggu Kesehatan Mental

Beruntung akhirnya ia bisa keluar dari 'neraka' itu. Semua itu berkat bantuan Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia. Tapi perasaanya masih gusar. Hatinya teriris mengingat banyak penyandang disabilitas mental lainnya yang masih terkurung di panti. Hibat tidak mampu mengingat berapa lama sebenarnya ia berada di dalam sana. 

“Saya pas bebas didandani seolah tidak terjadi apa-apa, Pokoknya saya rapi seperti mau ke kantor. Padahal sudah lupa berapa lama saya di sana, sampai bertanya ‘tahun berapa sekarang?” kata Hibat saat bercerita dalam acara seminar Internasional, sekaligus pameran seni instalasi dan fotografi bertajuk “Penyiksaan Yang Tersembunyi: Kondisi Panti-panti Penyandang Disabilitas di Indonesia.”

Setelah dua tahun, kini rantai yang membelenggu kaki dan tangannya sirna. Ia bisa menjalani kehidupan normalnya sehari-hari. Namun, ia masih tetap berjuang dan berharap teman-temannya di panti sosial tersebut suatu hari bisa bebas. Ia berharap teman-temannya bebas dan bergabung di kehidupan masyarakat serta mendapat pengobatan kesehatan mental yang semestinya.

“Saya berharap teman-teman dibebaskan semua dan bisa bergabung lagi dengan masyarakat luas,” pungkas Hibat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI