Suara.com - Farel Aditya baru-baru ini dituduh oleh warganet melakukan playing victim. Tuduah itu bermula saat Dokter Richard Lee meminta Farel Aditya mengembalikan uang sekitar Rp40 juta karena telah membiayainya sekolah tetapi dia memilih untuk keluar.
Warganet TikTok menilai Farel Aditya tengah melakukan playing victim. Tapi apa sebenarnya arti playing victim?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali berhadapan dengan berbagai tantangan dan kesulitan. Namun, ada orang yang cenderung merasakan diri mereka sebagai korban dan menyebarkan energi negatif di sekitar mereka.
Fenomena ini dikenal sebagai "playing victim," yang merujuk pada pola pikir seseorang yang selalu merasa menjadi korban dalam situasi dan sering menghindari tanggung jawab atas perbuatannya. Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan arti dari playing victim dan mengapa perubahan pola pikir ini sangat penting bagi kesejahteraan emosional Anda.
Baca Juga: Kaesang Pangarep Gelendotan Terus di Pundak Erina Gudono, Langsung Diledek Sang Istri: Ketempelan
Playing Victim: Mengapa Ini Merugikan?
Menurut laman kesehatan terpercaya, Healthline, playing victim adalah mentalitas di mana seseorang cenderung merasa menjadi korban dan menyebarkan energi negatif di sekitarnya. Dampaknya tidak hanya memengaruhi individu itu sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitarnya.
Salah satu ciri khas dari seseorang yang cenderung melakukan playing victim adalah penolakan untuk mengakui tanggung jawab atas permasalahan yang mereka hadapi.
Seseorang yang mengadopsi pola pikir playing victim seringkali enggan mengakui kesalahan atau peran mereka dalam situasi sulit.
Mereka mungkin mencari alasan dan pembenaran untuk menghindari kenyataan yang tidak menguntungkan bagi mereka. Akibatnya, perilaku ini dapat berdampak negatif pada hubungan interpersonal dan bahkan menciptakan hambatan dalam lingkungan profesional, mengancam pekerjaan mereka.
Ciri lain dari playing victim adalah kesulitan melihat kebahagiaan dan kesuksesan orang lain. Mereka mungkin merasa iri dan bahkan membenci mereka yang tampak bahagia. Sikap ini tidak hanya merugikan hubungan sosial, tetapi juga dapat merusak kesejahteraan emosional, menyebabkan depresi, kemarahan, dan perasaan terisolasi.
Individu yang cenderung playing victim sering merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengubah situasi. Meskipun mereka menyadari kondisi buruk yang dihadapi, mereka percaya bahwa nasib selalu berpihak kepada mereka. Akibatnya, mereka mengabaikan potensi perubahan dan pertumbuhan pribadi.
Untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan emosional Anda, adalah penting untuk mengatasi pola pikir playing victim. Berikut beberapa langkah yang dapat Anda ambil:
- Penerimaan Tanggung Jawab: Mengakui peran Anda dalam situasi dan menerima tanggung jawab atas tindakan Anda adalah langkah pertama menuju perubahan positif.
- Berbicara dengan Ahli: Jika Anda merasa terjebak dalam pola pikir negatif, berkonsultasilah dengan seorang profesional kesehatan mental yang dapat membantu Anda mengatasi tantangan ini.
- Latihan Keterampilan Pengatangan Diri: Pelajari keterampilan manajemen emosi, pemecahan masalah, dan pemikiran positif untuk mengatasi rasa putus asa dan membantu Anda mengambil langkah-langkah positif.
- Praktik Kehadiran: Pelajari praktik kehadiran, seperti meditasi dan mindfulness, untuk membantu Anda tetap fokus pada saat ini dan mengurangi pola pikir negatif.
- Perubahan Pola Pikir: Sadari bahwa Anda memiliki kontrol atas cara Anda merespon situasi dan tantangan. Ubah cara Anda berbicara pada diri sendiri dan lihatlah situasi dengan sudut pandang yang lebih positif.
- Mengatasi mentalitas playing victim membutuhkan waktu dan usaha, tetapi hasilnya akan mengarah pada kesejahteraan emosional yang lebih baik, hubungan yang lebih positif, dan pertumbuhan pribadi yang lebih besar. Mulailah dengan mengakui kekuatan Anda untuk mengubah pola pikir dan reaksi Anda terhadap situasi hidup.