Perlukah Ajarkan Slow Living ke Anak? Ini Kata Psikolog

Senin, 24 Juli 2023 | 14:15 WIB
Perlukah Ajarkan Slow Living ke Anak? Ini Kata Psikolog
Menerapkan gaya hidup slow living (freepik.com/jcomp)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gaya hidup slow living atau bergerak lebih lambat dan santai tengah jadi tren belakangan ini. Istilah tersebut ramai diperbincangkan, terutama oleh orang dewasa yang sering sibuk dengan banyak kegiatan bekerja maupun lainnya.

Slow living adalah pola pikir di mana seorang menyusun gaya hidup yang lebih bermakna dan sadar yang sejalan dengan apa yang paling Anda hargai dalam hidup. Demikian seperti dikutip dari situs slow living ldn. Tetapi rupanya, slow living juga bisa diajarkan kepada anak-anak lho. 

Psikolog Orissa Anggita Rinjani mengatakan bahwa anak-anak zaman sekarang juga banyak yang memiliki aktivitas padat sehari-hari. Kondisi itu membuat mereka jadi tidak bisa rileks.

Ilustrasi slow living. (Photo by Brett Jordan on Unsplash)
Ilustrasi slow living. (Photo by Brett Jordan on Unsplash)

"Anak-anak zaman sekarang over scheduling, terlalu padat jadwalnya. Kalau terlalu padat dampaknya anak menjadi terlalu stres, jadi ada masalah emosional atau masalah perilaku. Semakin banyak nih permasalahan anak mukul teman atau agresif, karena dia kurang mendapatkan kesempatan untuk rileks, nggak ada waktu untuk slow down," jelas Orissa saat perayaan Hari Anak Nasional bersama Dancow di RPTRA Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Rayakan Hari Anak Nasional, Intip 4 Rekomendasi Film Anak Indonesia Terbaik

Ia menambahkan, bahkan anak usia TK pun saat ini bisa jadi punya banyak kegiatan lain di luar jam sekolahnya. Seperti waktu untuk les bermacam-macam. Orissa menyampaikan bahwa anak juga sebaiknya telah diajarkan tentang makna dari kegiatan yang dilakukan. 

Selain itu, salah satu hak anak juga untuk memiliki waktu yang seimbang antara belajar dengan waktu bermain bebas bagi mereka. 

"Saya sangat meng-encourage, anak-anak tetap butuh main. Jadi jangan dikasih yang semuanya sekolah, terus les, terus ada private, malam belajar lagi, ngerjain tugas. Tetap harus dikasih waktu mereka beneran bisa rileks dan memilih sendiri kegiatan yang memang mereka minati," saran Orissa.

Meski tujuan dari berbagai les tersebut mungkin untuk mengasah bakat dan minat anak, tetapi Orissa juga mengingatkan kalau kegiatan yang berlebihan juga bisa berdampak terhadap kondisi mental anak. Selain itu, orang tua juga perlu menyadari kalau bermain alias memiliki jam santai juga termasuk hak bagi anak.

"Pemenuhan kebutuhan hak anak itu hak cinta kasih, hak lain itu juga salah satu hak anak juga," pungkasnya.

Baca Juga: Dewi Perssik Ungkit Pengakuan Korban Pencabulan Saipul Jamil: Normal Lu Bilang? Jangan Menolak Lupa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI