Suara.com - Penerapan ekonomi sirkular dari sampah plastik harus dimulai dari sekarang. Di berbagai negara, daur ulang sampah plastik sudah mengarah ke sirkular ekonomi, yang memungkinkan sampah plastik didaur ulang hingga menjadi produk baru.
Hal ini menjadi salah satu kesimpulan dalam diskusi soal Upaya untuk mengurangi sampah plastik dalam kemasan produk, yang diselenggarakan secara online, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Kepala Klaster Kajian Pembangunan Berkelanjutan Daya Makara Universitas Indonesia (DMUI), Bisuk Abraham Sisungkunon mengatakan, Indonesia masuk dalam negara yang menghasilkan banyak sampah plastik.
"Mengutip data Bank Dunia, Indonesia menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik per tahun. Sayangnya, sebagian besar sampah plastik tidak ditangani dengan baik, karena masyarakat biasanya membakar sampah jenis ini. Selain itu, banyak plastik yang terbawa ke laut dan mencemarinya," ujarnya.
Baca Juga: 'Menyulap' Sampah Ban Bekas yang Kini Terancam Punah
Atas dasar inilah, maka cara pandang masyarakat tentang pemanfaatan sumber daya dan pengelolaan sampah menjadi lebih berkelanjutan harus segera diwujudkan.
Salah satu yang saat ini telah dilakukan sebagian masyarakat adalah menyadari proses daur ulang. Guru Besar Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro, Prof. Ir. Mochamad Arief Budihardjo, S.T., M.Eng.Sc, Ph.D., IPM mengapresiasi upaya sebuah produsen kosmetik misalnya, yang minta masyarakat pemakai produknya untuk mengembalikan wadahnya, untuk digunakan kembali sebagai wadah hasil daur ulang (rPET).
"Produsen ini minta masyarakat pengguna produknya mau mengembalikan wadah produk, yang berbahan plastik. Hal ini patut diapresiasi sebagai langkah awal mengurangi sampah plastik," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Kasubdit Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik mengatakan, produsen memang wajib melakukan pendauran ulang produk atau kemasan produk yang mereka hasilkan melalui penarikan kembali.
“Post consumer packaging harus ditarik lagi, dikumpulkan lagi oleh para produsen untuk kemudian masuk ke jalur daur ulang. Tentunya harus dipastikan di awal bahwa kemasan itu memang kemasan yang layak, mudah didaur ulang,” ujarnya.
Baca Juga: Salut! Aktivis Lingkungan di Bali Ini Bangun Rumah dari 35 Ribu Sampah Plastik
Jangan Sekadar Daur Ulang
Walaupun upaya meminimalisir sampah plastik telah mulai dilakukan, namun Kepala Klaster Kajian Pembangunan Berkelanjutan Daya Makara Universitas Indonesia (DMUI), Bisuk Abraham Sisungkunon mengingatkan, agar jangan sebatas daur ulang. Indonesia, seperti halnya negara-negara maju di dunia, bisa mempercepat sirkular ekonomi.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan insentif finansial kepada perusahaan yang mau memulai. Misalnya seperti yang dilakukan produsen kosmetik, yang sempat disbutkan Arief di bagian pertama tadi.
"Dengan memberikan insentif finansial, maka hal ini akan mendorong masyarakatuntuk mulai memilah sampah," ujarnya.
Selain memberikan insentif finansial, produsen atau perusahaan yang tak lagi menggunakan plastik sebagai kemasan, misalnya tas plastik atau wadah plastik, termasuk styrofoam bisa diberikan insentif dalam bentuk lain. Bisuk menyebut, bisa dalam bentuk pembebasan pajak tertentu atau insentif khusus lainnya.
Pengurangan sampah plastik sudah sepatutnya dilakukan sesegera mungkin. Bila tidak, menurut Bisuk, sampah plastik yang tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan berbagai masalah negatif, yaitu menjadi media pembiakan hewan yang menjadi vektor penyakit, seperti nyamuk; berpotensi memunculkan gangguan kesehatan seperti gangguan endokrin, gangguan pada sistem pertumbuhan dan kelainan pada sistem reproduksi.
Selain itu, memunculkan kerugian ekonomi hingga senilai 3.300 Dolar AS hingga 33.000 Dolar AS untuk setiap ton sampah plastik yang mencemari lautan dan berpotensi menghasilkan gas rumah kaca.
Kesimpulan diskusi ini, industri apapun yang menggunakan plastik, termasuk AMDK didorong untuk menggunakan kemasan daur ulang sebagai wadahnya.
Acara ini juga dihadiri oleh Muharram Atha Rasyadi, Juru Kampanye Urban Greenpeace dan Reza Andreanto, Ketua Umum PRAISE yang juga Sustainability Manager Tetra Pak Indonesia.