Kurban Untuk Orang yang Sudah Meninggal Tidak Sah? Begini Menurut Para Ulama Islam

Selasa, 13 Juni 2023 | 09:45 WIB
Kurban Untuk Orang yang Sudah Meninggal Tidak Sah? Begini Menurut Para Ulama Islam
Ilustrasi sapi (Mufid Majnun dari Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Saat momen Idul Adha, umat muslim yang tidak berangkat haji ke tanah suci bisa ikut merayakan dengan berkurban. Sebagian orang mungkin tidak hanya membeli hewan kurban bagi dirinya saja, tapi juga untuk keluarga atau kerabat yang sudah meninggal dunia.

Namun, yang jarang disadari umat muslim bajwa menyembelih hewan kurban untuk orang yang sudah meninggal ternyata tidak sah dalam hukum fiqih Islam. Tetapi ada beberapa pengecualian.

Dikutip dari NU Online, Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia, kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

Ilustrasi Sapi Sakit - Apa Itu Lumpy Skin Disease yang Menjangkit Hewan Kurban? (Freepik)
Ilustrasi Sapi Sakit - Apa Itu Lumpy Skin Disease yang Menjangkit Hewan Kurban? (Freepik)

"Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani," (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321).

Baca Juga: Bacaan Lengkap Niat Sholat Idul Adha dan Tata Caranya Sesuai Syariat

Dijrlaskan bahwa ibadah apa pun dalam Islam, termasuk melaksanakan kurban, membutuhkan niat. Karenanya, niat orang yang berkurban mutlak diperlukan. 

Tetapi ada juga pandangan lain yang menyatakan kebolehan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, sebagaimana dikemukakan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi. Alasan pandangan ini bahwa berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia termasuk sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.

Kalangan mazhab Syafi’i berpendapat kalau pandangan yang pertama dianggap lebih sahih (ashah) dan dianut mayoritas ulama dari kalangan mazhab syafi’i. 

Meski pandangan yang kedua tidak menjadi pandangan mayoritas ulama mazhab syafi’i, namun pandangan kedua didukung oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali.

Baca Juga: 9 Ciri-Ciri Hewan Kurban yang Sehat, Sudah Pasti Sah untuk Disembelih

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI