Suara.com - Pengrajin tenun di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), memberikan pilihan kain yang lebih ramah lingkungan bagi pembeli yang ingin memakai produk fashion lebih sustainable atau berkelanjutan. Kain tersebut dibuat dari bahan-bahan alami yang ditanam sendiri di tanah Lombok.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTB Niken Zulkieflimansyah mengatakan, bahan alami itu seperti benang yang terbuat dari kapas hingga pewarna alami untuk kain.
"Dimulai dari benangnya sendiri dan pewarnaannya. Jadi kalau benangnya dibuat dari kapas. Kemudian bahan-baham langsung dari alam, tidak pakai plastik, itu akan mudah terurai," kata Niken ditemui di Mall Sarinah, Jakarta, Senin (5/6/2023).
Kapas yang digunakan sebagai pembuatan benang itu pun ditanam sendiri oleh masyarakat Lombok. Menurut Niken, masyarakat Lombok, biar pun tidak berprofesi sebagai pengrajin tenun, tapi selalu memanfaatkan kain tersebut dalam segala aktivitasnya.
"Dari dulu orang Lombok itu dari lahir sampai meninggal dari tenun kapas itu. Ketika meninggal pun pakai kain kafan yang dari tenun itu dari kapas, jadi mudah terurai," ujarnya.
Untuk pewarna alami, para pengrajin memanfaatkan dari tanaman, mulai dari batang pohon, daun, hingga kayu. Bahan-bahan itu dinilai lebih ramah lingkungan, dibandingan dengan pewarna sintetis yang bisa meracuni alam.
Untuk sasaran konsumen sendiri, Niken mengatakan kalau selalu saja ada pembeli yang memang mencari produk fashion dengan konsep sustainable. Terutama orang-orang yang memang menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.
"Untuk mereka yang memahami konsep sustainable dan ingin kontribusi pada pelesatarian ini, tentu akan memilih yang lebih ramah lingkungan. Jadi ini pilihan kalau sudah jadi gaya hidup, tidak hanya soal sampah tapi produk-produk yang dia pakai akan dipilih supaya jadi bagian dari sustainable movement," ujarnya.
Diakuinya, membuat kain tenun bukan dengan bahan-bahan alami memang lebih mudah didapat karena bisa beli di toko. Terlebih harha kain tenun bahan alami juga harganya lebih mahal. Akan tetapi, kain tenun dengan bahan alami mengandung makna yang lebih dalam bagi lingkungan. Juga bisa lebih tahan lama.
Baca Juga: Bangunan Berkelanjutan dari Kayu yang Ramah Lingkungan sebagai Solusi Iklim
"Dengan ada ini, ada segmen yang bersedia bayar lebih. Jadi pewarna alami itu memang harganya sedikit lebih mahal. Mulai dari Rp 600-700 ribu sudah pakai pewarna alami. Untuk yang dari Bima yang tidak pakai pewarna alam ada yang sudah Rp 300 ribu. Kalau ketahanan tergantung dari pemakaian. Kalau pakainya bagus, benar, mencucinya dengan betul itu lebih awet," kata Niken.