Suara.com - Aksi jalan kaki 32 bhante atau biksu jalan kaki dari Thailand ke Candi Borobudur untuk ritual thudong menyambut Hari Waisak, membuat publik penasaran apa sih istimewa dan sejarah Candi Borobudur?
Ritual thudong adalah perjalanan spiritual dengan berjalan kaki yang melelahkan sejauh ribuan kilometer. Kali ini ritual itu dilakukan dari Thailand ke Candi Borobudur.
Menariknya, rombongan biksu ini cukup mencolok karena menggunakan pakaian ibadah khas pemuka agama buddha, yang serupa dengan kain ihram untuk haji. Tapi bedanya, pakaian itu berwarna oranye.
Menariknya lagi, rombongan biksu ini terlihat tertib berbaris di pinggir jalan raya, bahkan tanpa pelindung kepala di tengah sinar matahari yang terik.
Baca Juga: Cara Pesan Tiket Festival Lampion Waisak di Borobudur 2023
Sementara itu melansir Badan Otorita Borobudur, Rabu (31/5/2023) candi terbesar di Indonesia yang terletak di Magelang, Jawa Tengah ini merupakan monumen buddha terbesar di dunia, dan dianggap sebagai harta karun terbesar, dan paling berharga yang dimiliki Indonesia dan dunia.
Awal mula dan sejarah pembangunan candi dimulai sejak abad ke-8 dan ke-19 pada 800 masehi silam, saat itu masa pemerintahan dinasti Syailendra.
Lantaran ukurannya yang cukup besar, candi ini disebut-sebut baru selesai dibangun setelah ratusan tahun lamanya. Tapi sayangnya tidak ada catatan sejarah yang menjelaskan pembangunan Candi Borobudur secara detail.
Tapi yang pasti pada saat itu agama hindu dan buddha berkembang bersama di Pulau Jawa, sampai akhirnya ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO pada 1991.
Adapun candi memiliki panjang sekitar 121,66 meter dan lebar 121,38 meter, serta tinggi bangunan 35,4 meter.
Baca Juga: Rekomendasi 5 Kuliner Legendaris di Sekitar Borobudur, Wajib Kalian Coba!
Menurut filsafat buddha, tingkatan yang ada di bangunan candi merupakan cerminan alam semesta dan roda kehidupan manusia.
Ada tiga tingkat di dalamnya, pertama kamadhatu bagian terbawah struktur candi, yang menyiratkan manusia alam semesta dan roda kehidupan manusia.
Kedua rupadhatu, bagian tengah candi yang menceritakan perilaku manusia yang mulai meninggalkan urusan duniawi. Ketiga arupadhatu, bagian tertinggi candi yang menggambarkan unsur tak terwujud.