Diungkapkan oleh Co-founder Outpost yang juga merupakan CEO dari Hacker Paradise, Bryan Stewart, buku ini telah membantunya untuk dapat menguasai bahasa Indonesia secara komprehensif. Pengetahuan mengenai bahasa Indonesia informal juga meningkatkan kepercayaan dirinya saat menuturkan bahasa Indonesia.
Bagian favorit Bryan dalam buku ini adalah panduan slangy text message yang biasa digunakan warga lokal dalam percakapan WhatsApp dan kamus Indonesian-English slang.
“Bahasa Indonesia informal merupakan bagian vital dari percakapan sehari-hari (di Indonesia). Dengan membaca dan mempelajari isi buku ini, saya bisa membangun hubungan yang lebih personal dengan warga lokal. Warga lokal pun terlihat lebih senang dan nyaman saat saya menggunakan bahasa informal. Maka dari itu, saya merekomendasikan buku ini bagi orang-orang yang ingin belajar tentang bahasa Indonesia informal,” ujarnya.
Ulasan tentang bahasa Indonesia informal dalam buku “Maksud Lo?” terdiri dari beberapa bagian. Dalam satu bab, Brandon memaparkan tentang akronim, singkatan, penyingkatan kalimat, kata kerja, kata benda, kata sifat, serta partikel dalam bahasa Indonesia yang mayoritas jarang ditemui dalam bahasa Indonesia baku. Salah satu contohnya adalah penggunaan kata “PD”, akronim dari percaya diri. Contoh lainnya adalah “salfok”, singkatan dari “salah fokus, yang berarti memperhatikan hal lain selain objek aslinya.
Selain itu, Brandon juga memberikan kamus kata informal dalam bahasa Indonesia yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Selain kamus kata, Brandon juga memberikan pengetahuan mengenai bahasa informal di beberapa kota-kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta (seperti “agan” yang berarti bos; kuy yang berarti ayo; nyolot yang berarti arogan), Bandung (seperti “aing” yang berarti saya dan “maneh” yang berarti kamu), Surabaya (seperti “bonek” yang berarti gila atau liar dan “nemen” yang berarti sangat), Makassar (seperti “issengi” yang berarti tidak tahu dan “tayangi” yang berarti tunggu sebentar), Yogyakarta (seperti “jeng” yang digunakan untuk memanggil perempuan dan “embah” yang berarti nenek, dan Cilacap (seperti “inyong/enyong” yang berarti saya).
Brandon juga membahas penggunaan bahasa hokkien dalam percakapan sehari-hari yang biasa digunakan di kota Jakarta dan Surabaya, seperti “gopek” yang berarti 500 rupiah serta penggunaan “gua” (saya) dan “lu” (kamu).
Pengetahuan-pengetahuan tersebut menjadi keunikan tersendiri bagi buku tersebut karena dapat mempermudah orang asing untuk mengerti konteks pembicaraan di masing-masing daerah yang berbeda dengan satu sama lain. Dengan mempelajari isi buku ini, orang asing diharapkan dapat lebih mudah membaur dengan warga lokal di Indonesia, terutama di kota-kota besar, serta memahami bahasa Indonesia dengan lebih mendalam.