Sementara untuk transgender yang telah melakukan transisi seks atau operasi kelamin, hak warisnya tetap sama. Jika terlahir sebagai laki-laki, maka diurus layaknya jenazah laki-laki. Begitu pun jenazah perempuan yang telah beralih kelamin menjadi laki-laki, akan tetap diurus layaknya jenazah perempuan.

Mengapa seperti itu? Yang harus dipahami adalah bahwa dalam Islam mengubah jenis kelamin itu tidak dapat diakui. Jadi, dalam mengurusi jenazah pun harus kembali pada hukum yang ditentukan pada jenis kelamin pertama.
“Bagaimana memandikannya, mengkafaninya, mensholatinya, maka dikembalikan kepada status awal ketika dilahirkan. Itu kalau yang transgender yang mengubah alat kelaminya. Maka dikembalikan kepada asal penciptaanya, yaitu apakah dia laki-laki atau perempuan,” ungkap Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Mifahul Huda, dikutip MUIDigital.
Dia mengingatkan bahwa dalam syariat, Islam sangat melarang umatnya untuk berperilaku menyalahi kodratnya. Contoh, misalnya yang berjenis kelamin laki-laki tetapi berperilaku seperti perempuan maupun sebaliknya.
“Dan sifat seperti itu adalah menyebabkan bisa jadi penyakit mental yang harus dijauhi dan bisa mendorong seseorang melakukan hal-hal yang dilarang Allah SWT seperti homoseksual baik itu lesbi maupun gay,” ujar dia.