Nikita Mirzani Dicerai Lewat WhatsApp Usai Antonio Debola Pergi dari Rumah, Sah Menurut Hukum Islam?

Dinda Rachmawati Suara.Com
Senin, 01 Mei 2023 | 15:05 WIB
Nikita Mirzani Dicerai Lewat WhatsApp Usai Antonio Debola Pergi dari Rumah, Sah Menurut Hukum Islam?
Nikita Mirzani dilamar Antonio Dedola. (Instagram/ real.dramahaluu)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rumah tangga Nikita Mirzani kembali menjadi sorotan, usai sang suami yang baru menikahinya selama empat bulan tiba-tiba kabur dari rumahnya, bahkan mentalak cerai ibu tiga anak tersebut melalui pesan WhatsApp (WA). Apakah sah menurut hukum Islam?

Keduanya bahkan terlihat berkonflik di media sosial, hingga akhirnya Antonio Dedola mengunggah tangkapan layar pesan WA miliknya, saat ia menceraikan Nikita Mirzani. 

"Namaku Antonio Dedola dan aku menceraikanmu (Nikita Mirzani) sekarang juga! Artinya sekarang kita tidak lagi berstatus suami istri dan kamu bebas memulai kehidupan yang baru!" tulis Antonio, dikutip pada Senin (1/5/2023).

Meski memutuskan berpisah, Antonio Dedola tetap mendoakan hal terbaik bagi Nikita Mirzani.

Baca Juga: Antonio Dedola Ungkap Tak Takut Diajak Perang dengan Nikita Mirzani: Lihat Saja!

"Untuk kehidupan Anda selanjutnya saya hanya berharap yang terbaik dan semoga Anda bisa menemukan kebahagiaan," tulis Toni.

Antonio Dedola juga melakukan klarifikasi terkait tudingan Nikita Mirzani yang menyebut dirinya telah membawa barang-barang mewah dari rumahnya.

Antonio Dedola menceraikan Nikita Mirzani (Instagram)
Antonio Dedola menceraikan Nikita Mirzani (Instagram)

Pria asal Jerman ini bahkan menegaskan dirinya hanya membawa barang yang diberikan oleh Niki sebagai hadiah.

Sahkah Mentalak Istri Lewat WA?

Lantas, apakah sah menceraikan istri lewat WA? Bagaimana hukum talaknya, sementara talak identik dengan ucapan, baik ucapan sharih (tegas) maupun ucapan kinayah (sindiran/kiasan)? 

Baca Juga: Nikita Mirzani Ungkap Alasan Minta Antonio Dedola Hapus Bukti Transfer Ratusan Juta Rupiah

Menurut al-Mawardi seperti dilansir NU Online, jika sudah disimpulkan bahwa tulisan talak setara dengan kinayah alias bukan ungkapan sharih, maka keadaan suami yang menuliskan talak tidak terlepas dari tiga keadaan: (1) menulis talak kemudian mengucapkannya, (2) menulis talak disertai dengan meniatinya, dan (3) menulis talak tidak disertai mengucapkan dan meniatinya. 

Jika tulisan itu disertai ucapan, maka jatuhlah talaknya. Sebab, sekalipun tanpa tulisan, ucapan talak sendiri membuat talak menjadi jatuh. Begitu pula jika menggabungkan antara ucapan dengan tulisan, tentunya talak jelas jatuh. 

 Sementara tulisan yang disertai niat, perihal jatuhnya ada dua pendapat. Jika dikatakan kinayah, maka talaknya jatuh. Namun jika dikatakan bukan kinayah, tidak jatuh talaknya. Namun, Imam al-Syafi‘i telah memfatwakan: 

Artinya, “Andai seorang suami menuliskan talak untuk istrinya, maka tulisan itu tidak menjadi talak kecuali jika diniatinya sebagai talak. Demikian halnya setiap hal yang berbeda dengan ungkapan sharih (jelas) tidak menjadi talak kecuali jika diniatinya,” (al-Mawardi, al-Hâwi al-Kabîr fî Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi‘i, Beirut: Darul Kutub: 1999, jilid 10, hal. 167).

Terakhir, tulisan talak yang tidak diucapkan dan tidak disertai niat, tidak membuat talaknya jatuh. Sebab, boleh jadi sang suami menuliskannya sekadar menceritakan orang lain, mencoba tulisan sendiri, menakut-nakuti istri, dan seterusnya. 

Kesimpulannya, oleh para ulama fiqih, tulisan talak, seperti “Aku talak engkau,” atau “Aku telah menceraikanmu,” digolongkan sebagai talak kinayah. Artinya, jika diniati, maka jatuhlah talaknya. 

Terlebih jika ditulis sambil diucapkan, atau ditulis kemudian diucapkan, maka sudah barang tentu talaknya jatuh. Hal ini tidak ada bedanya dengan surat dan pesan singkat talak yang dikirimkan melalui ponsel, baik dibaca maupun tidak. Hanya saja ada sedikit perbedaan. 

Bila talak yang ditulisnya di-ta’liq dengan sampainya surat tersebut, seperti berbunyi “Jika surat ini sampai, engkau tertalak,” maka talaknya tidak jatuh kecuali setelah sampainya surat tersebut di tangan si penerima walaupun tidak dibaca.

Demikian sebagaimana yang disarikan dari penjelasan al-Mawardi dalam kitabnya al-Hâwi al-Kabîr fî Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi‘i (Beirut: Darul Kutub, 1999, jilid 10, hal. 167). Wallahu a’lam. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI