"Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih mirip dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ucapan, berbicara maupun duduk daripada Fathimah. Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bila melihat Fathimah datang, beliau mengucapkan selamat datang padanya. Lalu beliau berdiri menyambutnya dan menciumnya, kemudian menggamit lengannya dan membimbingnya hingga beliau dudukkan Fatimah di tempat duduk beliau. Demikian pula jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada Fatimah, Fatimah mengucapkan selamat datang kepada beliau, kemudian berdiri menyambutnya, menggamit lengannya lalu mencium beliau." (Dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Adabil Mufrad no. 725).
Artinya, seorang ayah boleh saja mencium putrinya yang sudah dewasa, selama tidak ada disertai dengan syahwat. Meski demikian, ketika ciuman itu mengarah pada bibir perlu dipertimbangkan. Pasalnya, ciuman pada bibir dapat menggerakan syahwat.
Oleh sebab itu, mencium bibir anak itu dinilai kurang pantas karena dapat mengundang syahwat. Untuk itu, jika mencium alangkah baiknya hanya sebatas pipi dan tidak pada bibir. Asy-Syaikh Abdullah bin Humaid rahimahullah berkata:
"Tidak sepantasnya seorang lelaki mencium ibunya pada bibirnya. Demikian pula seorang ibu tidak pantas mencium putranya pada bibirnya, sebagaimana tidak pantas seorang ayah mencium putrinya pada bibirnya, atau seorang lelaki mencium saudara perempuannya, atau bibinya atau salah seorang dari mahramnya pada bibirnya".