Suara.com - Setelah membongkar perselingkuhan sang suami, kini Inara Rusli kembali membuat pernyataan kalau dirinya kerap diminta untuk menerima poligami oleh Virgoun. Inara Rusli menuliskan hal ini karena dituduh tidak bermusyawarah terlebih dahulu dengan Virgoun terkait perselingkuhannya.
Inara Rusli menuliskan, ia selalu ingin musyawarah dengan suaminya itu. Namun, saat ia membutuhkan sosok suami, Virgoun justru tidak ada untuknya.
“Buat orang-orang yang berasumsi ini dan itu, bahwa ini harusnya bisa melalui musyawarah, tanyakan ke diri sendiri ke mana saja saat saya butuh?” tulis Inara Rusli dalam Instagram story, Rabu (26/4/2023).
Tidak hanya itu, Inara Rusli menuturkan, Virgoun justru berkali-kali memintanya untuk menerima poligami dengan sosok perempuan bernama Tenri Anisa. Inara Rusli mengatakan, suaminya itu terus memaksa poligami itu. Padahal, keduanya telah membuat surat perjanjian untuk Virgoun tidak bertemu dan menjalin hubungan dengan Tenri Anisa.
Baca Juga: Tertangkap Basah Oleh Netizen, Tenri Anisa Kepergok Dampingi Virgoun Saat Manggung di Makassar
“Kalian enggak bisa ngerti gimana rasanya hampir tiap hari dikasih roller coaster effect (love bombing-silent treatment) cuma agar supaya saya menyetujui ide poligami menikahi perempuan pelacur yang sebelumnya dia sudah sepakat dan menandatangani perjanjian di atas materai agar tidak mengulangi maksiat dan menemui perempuan itu lagi,” sambung Inara Rusli.
Sementara itu, Inara Rusli mengatakan, setiap ia menolak dipoligami justru suaminya itu malah mendiamkannya.
“Kemudian dia kasih saya silent treatment berhari-hari tiap saya menunjukkan penolakkan terhadap keinginannya untuk poligami dengan perempuan yang sudah dengan sengaja sedari awal dia libatkan jadi orang ketiga dalam rumah tangga kami,” jelasnya.
Hal ini lantas menjadi perhatian. Pasalnya, bukan meninggalkannya, justru Virgoun memilih ingin melakukan poligami dan menikahi Tenri Anisa. Di sisi lain, Inara Rusli menolak keras poligami tersebut. Namun, sebenarnya bagaimana sih hukum poligami dalam pandangan Islam?
Mengutip NU Online, pandangan terkait poligami para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda. Pendapat kalangan Syafiyah dan Hambaliyah mengatakan, poligami tidak dianjurkan tanpa dada keperluan atau tujuan yang jelas. Selain itu, poligami juga berisiko tidak adil. Ketika tidak adil, poligami itu justru tidak baik dilakukan dan akan mendapat ganjaran di hari kiamat.
Baca Juga: Diselingkuhi Berkali-kali, Netizen Heran Inara Rusli Masih Bela Virgoun Last Child
Sementara dalam pandangan dibolehkan demi menghindari kezaliman. Selain itu, poligami diperbolehkan selama bisa memastikan selama bisa adik kepada pasangan.
“Bagi kalangan Syafiiyah dan Hambaliyah, seseorang tidak dianjurkan untuk berpoligami tanpa keperluan yang jelas (terlebih bila telah terjaga [dari zina] dengan seorang istri) karena praktik poligami berpotensi menjatuhkan seseorang pada yang haram (ketidakadilan). Allah berfirman, Kalian takkan mampu berbuat adil di antara para istrimu sekalipun kamu menginginkan sekali.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang yang memiliki dua istri, tetapi cenderung pada salah satunya, maka di hari Kiamat ia berjalan miring karena perutnya berat sebelah.’ ... Bagi kalangan Hanafiyah, praktik poligami hingga empat istri diperbolehkan dengan catatan aman dari kezaliman (ketidakadilan) terhadap salah satu dari istrinya. Kalau ia tidak dapat memastikan keadilannya, ia harus membatasi diri pada monogami berdasar firman Allah, ‘Jika kalian khawatir ketidakadilan, sebaiknya monogami,’” (Lihat Mausu’atul Fiqhiyyah, Kuwait, Wazaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, cetakan pertama, 2002 M/1423 H, juz 41, halaman 220).
Sementara itu, penekanan adil dan poligami ini juga telah dijelaskan dalam Al Quran surat An-Nisa ayat 3 yang memiliki.
"Kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” (Surat An-Nisa ayat 3).
Sementara itu, meski diperbolehkan, monogami tetap menjadi hal pertama. Apalagi dalam Islam tidak ada anjuran untuk berpoligami tanpa adanya sebab khusu.
“Monogami adalah sistem perkawinan paling utama. Sistem monogami ini lazim dan asal/pokok dalam syara’. Sedangkan poligami adalah sistem yang tidak lazim dan bersifat pengecualian. Sistem poligami menyalahi asal/pokok dalam syara’. Model poligami tidak bisa dijadikan tempat perlindungan (solusi) kecuali keperluan mendesak karenanya syariat Islam tidak mewajibkan bahkan tidak menganjurkan siapapun untuk melakukan poligami. Syariat Islam hanya membolehkan praktik poligami dengan sebab-sebab umum dan sebab khusus,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 7, halaman 169).