Suara.com - Memasuki masa pubertas, ada sederet problematika yang akan dihadapi anak remaja. Selain perubahan fisik, mereka juga akan menghadapi perubahan biologis, perilaku seksual, hubungan sosial dengan orang tua dan teman, pengetahuan mengenai seks, dan perkembangan organ reproduksi.
Oleh karena itu, diperlukan informasi yang tepat dan akurat agar mereka tidak mendapatkan informasi yang salah dan merugikan dirinya di kemudian hari.
Dalam webinar Rahasia Talks : 911 Super Parents Kit by Hers Protex, Roslina Verauli, M.Psi, Psi., Psikolog Klinis Anak, Remaja dan Keluarga menyebut bahwa selain memerlukan pendampingan dari sisi medis atau biologis, anak remaja juga butuh pendampingan orang tua dari sisi psikologis.
Menurut psikolog cantik ini, kurangnya penanganan dan perhatian akan masalah kesehatan mental remaja dapat memicu kerentanan remaja.
Baca Juga: Mengupas Film Bad Genius dari Sudut Pandang yang Berbeda
Ia memberi contoh, misalnya remaja putri yang tidak tahu bagaimana cara memasang pembalut, memilih ukurannya, dan lain sebagainya. Di sini, orang tua harus menjadi teman diskusi bagi anaknya.
Dan di sinilah juga Hers Protex yang hadir dalam dua varian, Hers Protex Daily Comfort Day dan Hers Protex Daily Comfort Night, ikut berperan lewat kampanye #SenyamannyaKamu #PuberAntiBaper ikut membantu mengedukasi ribuan remaja putri di Jabodetabek.
Lebih lanjut, Roslina Verauli juga menyebut bahwa dalam perkembangan otak pada remaja, umumnya terjadi ledakan emosional dan potensi terjadinya perilaku berisiko. Di sini, orang tua akan menjadi jaring pengaman bagi putra-putri ketika mereka memiliki problem.
"Pendampingan di rumah adalah landasan dari segalanya. Merasa dicintai adalah penghayatan paling dasar, sadar bahwa anak dicintai orang di sekitarnya," kata psikolog yang juga merupakan ibu dari dua anak ini.
“Dekati anak sesuai dengan zamannya, dengan teknik yang sesuai dengan si anak. Contohnya dengan membahas film, lirik lagu atau sosial media yang mereka ikuti," sarannya lagi.
Baca Juga: Ngebut Bawa Fortuner hingga Tabrak Ojol di Jaksel, Kasus Anak Pensiunan Kemenhan Berujung Damai
Peran orang tua sendiri sangatlah besar dalam psikososial remaja, di antaranya menunjukkan penerimaan dan kasih sayang, memberikan model afeksi yang tepat, memberikan informasi tentang pendidikan seksualitas, memberi akses ke profesional untuk remaja, dan melatih membuat keputusan seksual yang sehat.
Roslina Verauli juga menegaskan pentingnya para remaja ini memahami konsep consent (persetujuan) terkait tubuhnya.
"Misalnya saat remaja perempuan mulai berpacaran. Ketika ia tidak mau dicium oleh pacarnya, sang pacar harus menghargainya. Harus ada persetujuan. Itu namanya consent," katanya.
"Sebagai orang tua harus memperkenalkan consent terhadap anaknya. Ketika tidak artinya tidak, ketika diam artinya tidak, ketika ya artinya ya. Connect first than correct, namun orang tua cenderung mengoreksi anak dulu. Jika anak cerita, biarkan mereka cerita. Connect first, tunjukkan orang tuanya menerima mereka. Jika komunikasi orang tua negatif, anak cenderung akan menghindar. Anak yang disentuh dengan baik dan respect oleh ortunya. Jika anak disentuh oleh orang tuanya, ia akan dapat membedakan mana yang good touch, mana yg bad touch. Karena itu tidak bisa diajarkan melalui omongan tapi dari pengalaman. Jadi jika di luar anak mengalami sentuhan yang bad touch, mereka dapat membedakannya. Orang tua adalah model afeksi seorang anak, bukan pacarnya,” pungkas Vera.