Suara.com - Mudik menjadi tradisi merayakan Hari Raya Idul Fitri khas Indonesia. Sanak saudara dari berbagai kota berkumpul di kampung halaman dan merayakan Lebaran bersama, bisa jadi ajang silaturahmi terutama bagi yang belum pernah bertemu.
Di media sosial pembahasan tentang saudara yang belum pernah sepupu pun ramai dibahas. Bahkan, ada yang berharap bisa mendapat jodoh saudara dekat saat pulang kampung. Lalu, apa hukum menikahi sepupu dalam Islam?
Laman Kementerian Agama menjelaskan bahwa secara hukum Islam, boleh menikah dengan sepupu tetapi makruh. Hal ini sesuai dengan pandangan Imam Al Ghazali dalam kitab Alwasith dan Ihya Ulumiddin.
"Sayyidina Umar berkata: Jangan kalian menikahi famili dekat karena akan menyebabkan lahir anak yang lemah."
Baca Juga: Kisah Pemudik Motor Roda Tiga dan Bajaj, Alasan Lebih Murah Ketimbang Naik Bus
Sementara itu Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh menuturkan, bahwa menikahi sepupu secara agama diperbolehkan. Pasalnya, saudara perempuan yang merupakan anak paman atau bibi, baik dari bapak atau ibu, tidak termasuk yang diharamkan untuk dinikahi.
Sebelum mengetahui risiko menikah dengan sepupu, hukum menikahi sepupu dalam Islam diperbolehkan karena saudara sepupu bukan mahram karena Allah SWT menghalalkan kita untuk menikahi saudara sepupu, baik sepupu dekat maupun jauh. Sebagaimana yang Allah SWT tegaskan dalam firman-Nya dalam surat Al-Ahzab ayat 50, yang artinya:
"Wahai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu".
Di sisi lain, KH MA Sahal Mahfudh di laman NU Online menjelaskan lebih lanjut soal mahram yang jadi alasan dilarangnya pernikahan. Ia menyebut mahram adalah perempuan yang haram dinikahi karena beberapa sebab yakni kekerabatan, hubungan permantuan, dan susuan. Keharaman ini dikategorikan menjadi dua macam, yakni hurmah mu’abbadah (haram selamanya) dan hurmah mu’aqqatah (haram dalam waktu tertentu).
Perempuan yang haram dinikahi karena hubungan kekerabatan yakni, ibu, anak perempuan, saudara perempuan, anak perempuan saudara laki-laki (keponakan), anak perempuan saudara perempuan (keponakan), bibi dari ayah, dan bibi dari ibu. Ketentuan ini berlaku bagi laki-laki.
Baca Juga: Mataram Persiapkan Pawai Malam Takbiran Setelah Adanya Penetapan 1 Syawal
Sebaliknya, bagi perempuan haram bagi mereka menikahi ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki dan seterusnya. Selanjutnya, perempuan yang haram dinikahi karena sebab hubungan permantuan diantaranya yakni istri ayah, istri anak laki-laki, ibunya istri (mertua), dan anak perempuan istri (anak tiri).
Kemudian, perempuan yang haram dinikahi karena sebab persusuan diantaranya yakni ibu yang menyusui, saudara perempuan susuan, anak perempuan saudara laki-laki susuan, anak perempuan saudara perempuan susuan, bibi susuan (saudara susuan ayah), saudara susuan ibu, dan anak perempuan susuan (anak yang menyusu pada istri).