Hari Lebaran Diprediksi Berbeda, Harus Ikut Siapa? Ini Kata Habib Jafar

Dinda Rachmawati Suara.Com
Kamis, 20 April 2023 | 15:10 WIB
Hari Lebaran Diprediksi Berbeda, Harus Ikut Siapa? Ini Kata Habib Jafar
Ribuan umat Islam pengikut Thariqat Syattariyah melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri yang dipusatkan di Kompleks Masjid Peuleukung, Desa Peuleukung, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, Kamis (20/4/2023) pagi. (ANTARA/Teuku Dedi Iskandar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada tahun ini, umat Islam di Indonesia diprediksi akan merayakan Lebaran di antara dua hari yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan terdapat dua pendapat yang menentukan bulan baru dengan hitungan hisab dan melihatnya melalui metode hilal.

Di mana, saat maghrib, 20 April 2023 nanti, posisi bulan di Indonesia belum memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. MABIMS adalah kumpulan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura guna mengusahakan unifikasi kalender Hijriah.

Apabila merujuk kriteria baru MABIMS, maka Lebaran jatuh pada 22 April 2023. Di sisi lain, posisi bulan itu sudah memenuhi kriteria hitungan hisab. Sehingga 1 Syawal 1444 Hijriah akan jatuh pada 21 April 2023.

Lantas, mana yang harus diikuti oleh umat Muslim di Indonesia? Habib Husein Ja'far Al Hadar, alias Habib Jafar mengungkap jika ini tergantung pada masing-masing umat Muslim, memilih untuk mengikuti pendapat yang mana, karena sesungguhnya agama itu memudahkan. 

Baca Juga: Lokasi Salat Id di Bandar Lampung Besok 21 April 2023

"Jadi itu bukan berdasarkan pilihan kita. Tapi kita itu memilih mengikuti pendapat yang mana. Ada yang rukhiyatul hilal, yang melihat hilal secara langsung dengan mata, ada yang hisab. Hisab itu dengan dihitung. Biasanya diwakili kalau yang hisab muhammadiyah, kalau yang hilal itu NU," ujarnya dalam program Tonight Show NET TV, yang diunggah kembali oleh akun TikTok @_69_production.

Karena itu, sebelum mengikuti salah satu pendapat, Habib Jafar menambahkan jika sebaiknya kita bisa mempelajari mana yang lebih cocok dengan diri kita, keadaan dan hingga pilihan hati.

"Sebaiknya kita mempelajari pendapat-pendapat itu, tapi kalau tidak bisa, mana yang mnurut kita cocok dengan konteks kita. Karena agama itu memudahkan. Nah menurut lo, lo nih lebih cocok ke mana. Hati lo, kemudian keadaan lo ke mana. Karena bertakwalah semampu kalian," ujar dia.

"Oh gue kayanya lebih sreg ke ini deh. Ustadnya ini, karena ketika dijelaskan, menurut gua oke. Hati gua, juga keadaan gua. Kalo gua ngikutin yang ini berat bagi gua," tambah Habib Jafar menjelaskan. 

Saat adanya perbedaan seperti halnya menentukan Lebaran, yang diperlukan kata dia hanyalah saling menghargai dan tidak meremehkan satu dengan yang lain. 

Baca Juga: Lonjakan Wisatawan Pasca Lebaran? Begini Harapan Sandiaga Uno pada Pengelola Tempat Wisata dan Masyarakat

"Makanya kata Khalifah Umar bin Abdul Aziz, aku senang kalau terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Karena akan jadu pilihan yang memberikan kemudahan. Kepada umat untuk mana yang sesuai dengan dia. Tapi dengan syarat bukan meremehkan," ucap dia.

Meski begitu, ada hal yang menurut Habib Jafar dilarang, yakni mencampuradukkan pendapat ulama dalam suatu perkara. Contohnya, kata dia saat menentukan 1 Ramadhan, ia ikut berpuasa yang paling akhir, sementara mengikuti Lebaran yang paling awal. 

"Jadi menurut ulama, nggak boleh kita mencampuradukkan perbedaan pendapat dalam satu perkara," tutup dia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI