Suara.com - Masyarakat Indonesia memiliki ciri khas saat merayakan lebaran Idul Fitri dengan menghidangkan ketupat dan opor ayam. Benarkah kedua hidangan ini peninggalan Sunan Kalijaga dari Wali Songo?
Ketupat merupakan makanan tradisional yang berbahan dasar beras di dalam anyaman janur dan dimasak dengan cara direbus.
Berdasarkan informasi dari laman Info Garut yang dikutip pada Rabu (19/4/2023), ketupat pertama kali muncul pada abad ke-15 tepatnya di masa pemerintahan Kerajaan Demak, kepemimpinan Raden Patah oleh Sunan Kalijaga. Ketupat menjadi media dakwah Sunan Kalijaga pada saat itu untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat pada perayaan lebaran idul fitri dan lebaran ketupat (setelah 7 hari puasa sunnah syawal).

Ketupat bukan sekadar untuk dijadikan makanan khas lebaran saja, Sunan Kalijaga memperkenalkan nilai-nilai agama Islam di dalamnya. Ketupat berasal dari kata kupat yang singkatan dari ‘ngaku lepat’ atau mengaku salah. Sementara anyaman janur sebagai pembungkus memiliki makna bagi setiap orang untuk menjalin tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial.
Ada pun makna ketupat lainnya seperti dikutip dari laman NU Online adalah sebagai kesucian hati sebagaimana saat ketupat dibelah akan menampilkan nasi putih yang mencerminkan kebersihan hati setelah memohon ampunan dan segala kesalahan.
Sejarah dan Makna Opor Ayam
Sementara itu, opor ayam ternyata merupakan akulturasi dari dua budaya. Dikatakan Fadly Rahman seorang sejarawan kuliner melalui laman Gurusiana, bahwa opor masuk ke Indonesia merupakan hasil dari penyatuan budaya Indonesia dengan budaya Asing, khususnya Arab dan India.

Awal mulanya, opor ini dibuat untuk menyesuaikan lidah orang Indonesia dari kari (India) dan gulai (Arab).
“India punya kari, lalu Arab membawa gulai, dan kita Indonesia dengan kreativitasnya melakukan modifikasi atau akulturasi budaya India dan Arab itu dengan menghasilkan opor,” ujar Fadly, dikutip pada Rabu (19/4/2023).