Suara.com - Pada malam lailatul qadar menjadi waktu bagi umat Muslim melakukan ibadah dan mengharapkan rida Allah SWT. Hal ini karena pada malam lailatul qadar dipercaya lebih baik daripada seribu bulan. Oleh sebab itu, umat Muslim biasanya tidak akan menyia-nyiakan malam satu ini.
Namun, bagaimana jika kondisi yang dilakukan adalah maksiat di malam lailatul qadar? Apakah orang tersebut mendapat dosa seribu bulan seperti layaknya berbuat kebaikan?
Mengutip dalam video di kanal Youtube Al-Bahjah TV satu tahun lalu, Buya Yahya menjelaskan, mereka yang berbuat maksiat pada malam lailatul qadar tidak sama dengan melakukan kebaikan. Hal ini karena kejahatan yang dibuat bukan berarti seribu bulan.
Selain itu, Allah hanya menghitung keutamaan seribu bulan itu pada kebaikan. Oleh karena itu, jika yang diperbuat adalah maksiat, makan kejahatan itu tidak berarti seribu bulan.
“Jika ada orang yang bermaksiat di malam seribu bulan itu apakah maksiatnya seribu bulan, kita urusan dengan zat yang maha kasih. Allah maha kasih akan menghitung dari sisi kebaikan. Adapun kejahatan tersebut apakah dihitung seribu kejahatan atau seribu bulan? Tidak,” ucap Buya Yahya.
Namun, perlu diketahui juga jika maksiat yang dilakukan pada malam lailatul qadar adalah sejahat-jahatnya kejahatan.Hal ini karena keburukan itu, sangat bergantung pada siapa, kapan, dan di mana kejahatan tersebut dilakukan.
“Allah maha pengampun, jika melakukan kejahatan tidak sampai dikatakan kejahatan seribu bulan. Akan tetapi, apakah kejahatan malam itu menjadi malam sejahat-jahatnya kejahatan, iya. Karena kejahatan akan semakin jahat, kapan itu jika dilakukan oleh siapa orangnya, kapan waktunya, dan di mana tempatnya” jelas Buya Yahya.
Dalam hal ini berarti orang biasa yang melakukan maksiat tetaplah jahat. Namun di sisi lain ketika yang melakukannya ahli agama, itu akan lebih jahat lagi. Begitupun lailatul qadar, orang melakukan maksiat di luar Ramadhan akan dosa dan jahat. Namun, ketika melakukannya di saat Ramadhan dan malam lailatul qadar, itu akan lebih besar lagi.
“Sebuah kejahatan dilakukan oleh orang biasa, jahat. Tapi di satu sisi, ketika dilakukan seorang alim lebih jahat lagi. Orang melakukan dosa di tempat asal saja dosa. Tapi ketika melakukan dosanya di masjid, lebih besar lagi. Orang melakukan dosa di luar Ramadhan dosa. Tapi saat Ramadhan lebih dosa lagi. memang lebih jelek, ini kan bulan ibadah kenapa berbuat maksiat. Orang melakukan kejahatan selain malam lailatul qadar adalah jelek. Di malam itu makan akan lebih jelek,” jelasnya.
Baca Juga: 4 Hadist Tentang Lailatul Qadar: Waktu, Amalan dan Keutamaan
Dengan demikian, maksiat saat malam lailatul qadar memang sebuah kejahatan yang buruk. Namun, kejahatan itu tidak berarti kejahatannya dihitung seribu bulan. Pasalnya, Allah SWT akan memberi pahala bagi mereka yang niat berbuat baik.
Sementara bagi orang yang baru berencana berbuat jahat, jika tak melakukannya maka ia tidak mendapatkan dosa.
“Akan tetapi, untuk seribu bulan kejahatan itu tidak ada. Tidak dijelaskan atau disebutkan. Allah maha kasih, sehingga ketika punya niat baik dikasih satu. tapi niat jahat enggak ditulis kan begitu. Kita niat baik dikasih pahala satu, kalau kita laksanakan 10 sampai 700. Kalau niat jahat, dibatalin enggak ditulis karena Allah maha kasih. Meski demikian, bukan berarti ngentengin juga,” pungkas Buya.