Suara.com - Ketika berpuasa, kondisi fisik seseorang bisa saja dalam keadaan tidak sehat. Hal ini membuatnya terpaksa tidak berpuasa dan harus mengqada setelah bulan Ramadhan usai.
Di sisi lain, ada juga orang yang sedang sakit, tetapi memaksakan diri untuk tetap berpuasa. Padahal, orang tersebut sudah tau kalau kondisinya itu sedang tidak baik-baik saja. Jika hal tersebut dipaksakan, disebutkan justru puasa yang dilakukan akan mendapat dosa.
Sementara itu, di sisi lain juga ada ungkapan kalau sakit tetap harus berpuasa. Apalagi jika sakit yang dideritanya itu tidak parah. Lantas sebenarnya bagaimana hukum puasa untuk orang yang sedang sakit tersebut?
Mengutip NU Online, Allah SWT tidak akan menyulitkan hamba-Nya di luar kemampuannya. Oleh sebab itu, pada dasarnya segala perkara memiliki kemudahan, termasuk berpuasa. Hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 185.
Baca Juga: Simak Nasihat Emas Imam Al-Mawardi Agar Ibadah Ramadhan Semakin Sempurna
“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Sama halnya untuk orang sakit, ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa bila karena sakitnya. Justru ketika orang tersebut berpuasa akan memberinya mudarat dan membuat puasanya menjadi tidak berkah.
Dalam kitab Kaasyifatus Sajaa, Syaikh Nawawi menjelaskan secara rinci kondisi sakit dengan puasa yang dijalankan. Hal ini karena kondisi sakit dengan puasa itu hukumnya bisa makruh, wajib, bahkan haram.
1. Makruh
Mereka yang kondisinya sedang sakit lalu dikhawatirkan puasa menjadi mudarat, maka hukumnya makruh. Oleh sebab itu, orang dengan kondisi seperti ini diperbolehkan untuk berbuka agar puasanya tidak makruh.
Baca Juga: 4 Amalan 10 Hari Terakhir Ramadhan Sesuai Anjuran Rasulullah SAW
"Bagi orang sakit, berlaku tiga kondisi: (1) bila diduga adanya mudarat yang membolehkan bertayamum maka dimakruhkan berpuasa bagi orang yang sakit dan diperbolehkan baginya berbuka,”.
2. Haram
Puasa menjadi haram jika kondisi orang tersebut sedang sakit parah. Artinya, puasa yang dilakukan dapat mengancam adanya kecacatan atau bisa menyebabkan kematian. Maka, jika orang tersebut meninggal dunia, ia pergi dalam keadaan melakukan maksiat.
“Bila mudarat yang diduga tersebut terwujud dengan dugaan yang kuat dapat menimbulkan kerusakan dan hilangnya manfaat suatu anggota badan maka haram berpuasa bagi orang tersebut dan wajib berbuka (alias haram berpuasa)--bila ia tetap terus berpuasa sehingga meninggal dunia maka ia meninggal dalam keadaan bermaksiat,”.
3. Wajib
Puasa tetap diwajibkan bagi mereka yang kondisinya sedang sakit, tetapi hanya ringan seperti pusing, sakit telinga, sakit gigi, dan lainnya. Oleh sebab itu, mereka tetap diwajibkan berpuasa, dengan satu kondisi, jika sakitnya tidak semakin parah.
“Bila sakit yang diderita adalah sakit yang ringan seperti pusing, sakit telinga dan gigi maka tidak diperbolehkan berbuka (alias wajib berpuasa) kecuali bila dikhawatirkan akan bertambah sakitnya dengan berpuasa" (lihat: Muhammad Nanawi Al-Bantani, Kaasyifatus Sajaa [Jakarta: Darul Kutub Al-Islamiyah, 2008], hal. 199).