Suara.com - Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) akan berlangsung pada bulan Februari 2024. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), August Mellaz mengajak generasi muda untuk berantas hoaks dan propaganda. Apalagi jelang Pemilu 2024, setidaknya lebih dari 100 juta pemilih muda Indonesia berpotensi menentukan arah dan nasib bangsa ke depan.
Generasi muda yang melek teknologi dan berpikiran terbuka menjadi aktor utama menyaring berita hoaks dan propaganda yang beredar di masyarakat. Agar Pemilu dapat berlangsung dengan damai, sejuk serta menghasilkan pemimpin yang berkualitas.
Berdasarkan data penduduk potensial pemilih yang dihimpun Kementerian Dalam Negeri, sekitar 206.462.767 orang yang akan andil dalam pemilu nanti. Sekitar 55-60 persen dari total merupakan generasi muda.
Meski memiliki potensi suara yang sangat besar, tetapi ada kekhawatiran bahwa pemilih pemula (kisaran usia 17-21 tahun) justru tidak mau memilih alias golput. August menyebutkan, penyebabnya karena tingkat kepercayaan terhadap lembaga partai politik pada tahun 2021 terlihat rendah.
Baca Juga: Tok! Bawaslu Tetapkan Bagi-Bagi Uang di Amplop PDIP Itu Zakat
“Hanya tercatat 32.67% anak muda percaya kepada Partai Politik. Inilah yang dikhawatirkan. Generasi milenial dan Z ini melek teknologi tapi apatis terhadap politik,” katanya saat menghadiri webinar bertajuk Jadilah Pemilih Pemula Cerdas yang diadakan Yayasan Lentera Anak bersama Universitas Mercu Buana pada 1 April lalu, dikutip pada Kamis (6/4/2023).
Kendati begitu, August tidak menafikan memang adanya ketidakpuasan generasi muda sebesar 52,7 persen terhadap partai politik karena belum berhasil mewakili aspirasi masyarakat.
Padahal, kata August, pemilu menjadi momentum yang penting karena setiap negara di dunia membutuhkan regenerasi siklus kepemimpinannya. Pasalnya, generasi milenial merupakan pemangku kepentingan yang sesungguhnya. Karena itu, memilih pemimpin yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan generasi milenial dan generasi z mereka menjadi hal yang penting.
Ancaman Hoaks dan Propaganda
Sebuah studi mengungkapkan kalau generasi muda cenderung memilih pasangan pemimpin yang aktif memberikan informasi melalui media sosial karena dianggap menarik juga mudah dijangkau sebagai sumber informasi utama.
Baca Juga: Paman Tewas Terbunuh, Keponakan John F. Kennedy Umumkan Maju Di Pilpres AS 2024
Kendati demikian hal yang menjadi permasalahan adalah sebagian besar informasi yang beredar di media sosial tidak bisa dipertanggungjawabkan. Setidaknya 92,40 persen merupakan hoaks dan konten propaganda. Hal ini tentunya menjadi ancaman besar bagi dunia politik dan kepemimpinan negara.
Maka dari itu penting adanya kecakapan digital dan berpikir kritis oleh generasi muda agar lebih berhati-hati dan santun dalam beropini. Serta membagikan suatu informasi atau berita yang sudah pasti akan validitasnya.
Diharapkan generasi muda bisa berpikiran terbuka dan melek politik sebagai peran penting dalam menyaring kebenaran suatu informasi yang valid juga bias, agar layak untuk dibagikan ke khalayak lebih luas lagi.
Dengan kecakapan digital yang sudah dimiliki, kaum muda mampu menyebarkan dan menjaga nilai-nilai toleransi atas persaingan politik, sehingga pemilu dapat dimaknai sebagai sarana integrasi bangsa. (Shilvia Restu Dwicahyani)