Namun ketentuan hukum di atas, dikecualikan ketika bagian tubuh yang terpotong adalah rambut atau bulu dari hewan. Status rambut atau bulu yang terputus dari bagian hewan tidak langsung dihukumi sama seperti bangkai dari hewan tersebut.
Terdapat perincian bahwa jika bulu yang rontok berasal dari hewan yang halal untuk dimakan maka dihukumi suci. Seperti bulu yang rontok dari ayam, kambing, sapi, dan hewan-hewan lain yang dagingnya halal dikonsumsi.
Sedangkan jika bulu yang rontok berasal dari hewan-hewan yang tidak halal dikonsumsi dagingnya, maka bulu tersebut dihukumi najis. Seperti bulu yang rontok pada tikus, anjing, keledai, termasuk kucing.
Oleh karena itu, para ulama tetap mengategorikan bulu yang rontok dari kucing sebagai benda yang najis. Meski begitu, najis tersebut dihukumi ma’fu atau dapat ditoleransi, dimaafkan apabila dalam jumlah sedikit.
Ditoleransi pula dalam jumlah banyak, khusus bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan kucing dan sulit menghindari rontokan bulu kucing, misalnya dokter hewan dan petugas salon kucing yang kesehariannya selalu berinteraksi dengan kucing.