Suara.com - Baru-baru ini, postingan Instagram Vogue Magazine menjadi sorotan di Indonesia setelah secara khusus mengikuti kehidupan para penjual jamu untuk melihat peran mereka dalam melestarikan minuman tradisional tersebut dari masa ke masa. Ulasan indah ini dilengkapi oleh jepretan indah dari fotografer Nyimas Laula.
Seperti diketahui, jamu memang memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Minuman tradisional ini telah dipercaya memiliki berbagai khasiat, mulai dari kesehatan hingga kecantikan. Tak heran jika obat warisan nenek moyang ini terus melekat hingga saat ini.
Dalam artikel panjang yang dibuat khusus dalam rangka #VogueGlobalWomen, Vogue Magazine menceritakan kisah para mbok jamu gendong yang secara historis terus melestarikan ramuan ini secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Di Indonesia, gendong berarti “menggendong di punggung”, di mana para perempuan penjual jamu akan mengangkut ramuan mereka, membawa sebanyak 12 botol kaca sekaligus dalam keranjang bambu yang diikatkan ke punggung dengan syal. Mereka akan berjalan, tampaknya tanpa lelah, bermil-mil jauhnya.
Namun, selama beberapa dekade terakhir, jamu gendong yang lebih modern, seperti Mulatsih, pembuat dan penjual jamu asal Solo menjalani perannya, menjajakan minuman herbal sejuta manfaat ini pada masyarakat dengan sepeda motornya.
Tentu saja ini dilakukan untuk memaksimalkan mobilitas dan jangkauan jarak. Motor-motor ini juga dilengkapi dengan kotak kayu, yang seperti gerobak. Meskipun setiap rute jamu gendong berbeda, banyak yang menggabungkan kunjungan rumah, pinggir jalan, atau kios pasar khusus untuk menjangkau basis pelanggan setia mereka.
Dalam postingannya, Vogue Magazine memperlihatkan pekerjaan Mulatsih dari sebelum fajar, menyeduh menu minuman jamu yang berbeda, menuangkannya ke dalam botol kaca, dan kemudian, saat ayam jantan mulai berkokok dan matahari mulai terbit, ia pun berangkat untuk menjualnya.
“Saya suka membuat jamu karena membantu orang, dan membuat saya terhubung dengan masyarakat,” kata Mulatsih yang tangannya terkena noda kunyit seperti yang Suara.com kutip pada artikel tersebut.
Seperti kebanyakan perempuan penjual jamu, Mulatsih belajar membuat jamu dari ibunya, Giyem yang mendapati dirinya menjadi seorang janda di usia muda dan membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarganya dan menyekolahkan anak-anaknya.
Baca Juga: AWAS! 7 Perbuatan Ini yang Dilarang Bagi Perempuan Haid, Ustadz Abdul Somad: Ini Madzhab Saya
Sekarang berusia 66 tahun, Giyem mengenang betapa senangnya putrinya, Mulatsih, membantunya membuat dan menjual jamu semasa kecilnya.
"Melihatnya bekerja sendirian untuk kami, saat kami masih sangat kecil, merupakan inspirasi besar bagi saya,” kata Mulatsih, yang bangga bisa membantu menghidupi keluarganya secara finansial seperti yang dilakukan ibunya.
Seperti yang ditunjukkan oleh kisah Giyem, jamu telah dan terus menjadi sumber pendapatan penting bagi banyak perempuan Indonesia.
Selain itu, Vogue Magazine juga menyebut jamu, minuman herbal tradisional yang membantu melancarkan pencernaan dan menjaga kesehatan secara keseluruhan ini merupakan cara hidup sehari-hari dan landasan budaya di seluruh kepulauan Indonesia.
"Jamu adalah tentang kesehatan yang dapat diakses, dan itulah yang membuatnya begitu kuat; itu bukan hanya minuman, ini adalah konsep merawat diri sendiri," mengutip ucapan Metta Murdaya, pendiri lini kecantikan Juara berbasis jamu dan penulis Jamu Lifestyle: Tradisi Kesehatan Herbal Indonesia.
Hubungan sosial, kata Murdaya adalah salah satu cara jamu bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Jamu kata dia menciptakan komunitas.
"Ini memberikan makanan tidak hanya dalam arti finansial tetapi juga secara sosial," kata dia.