Suara.com - Belum lama ini, pengakuan Sekda Riau, SF Hariyanto soal koleksi barang branded yang kerap dipamerkan istri dan anaknya merupakan palsu alias KW menjadi perhatian banyak orang.
Dalam Instagram pribadinya, yang saat ini telah hilang, wanita bernama Adrias Hariyanto tersebut memang terlihat kerap memamerkan gaya hidup mewahnya. Ia tak ragu bergonta-ganti tas, baju hingga sepatu branded yang bernilai fantastis.
"Semua (tas) ini adalah palsu, semua KW," ucap pria yang akrab disapa Anto itu di hadapan media belum lama ini.
Dia berujar bahwa semua tas KW itu dibeli istrinya dengan harga kisaran Rp2 juta hingga Rp5 jutaan.
Baca Juga: Pak Sekda Riau SF Hariyanto Dipanggil Mendagri Tuh! Hal Ini Paling Disorot Tito Karnavian
"Masalah tas ini saya pun sedih juga. Kan mereka lihat ini disandingkan totalnya Rp 420 juta, padahal hanya Rp 2-5 juta beli di ITC Mangga Dua di Jakarta," kata dia.
Tentu saja tak banyak warganet yang serta merta percaya begitu saja dengan pengakuan SF Hariyanto tersebut. Terlebih, ada barang-barang palsu yang berbeda yang ia tunjukkan seperti yang ada di foto di media sosialnya.
Hukum Membeli dan Memakai Barang KW
Jika memang benar itu barang KW, tahukah Anda jika hal ini haram menurut Islam? Ya, dilansir Konsultasi Syariah, akad dalam jual beli barang KW yang ada unsur tadlis (pemalsuan) terhadap merek dagang yang asli, maka ada dua pandangan dari para ulama’ :
Menurut Syeikh Ibnu Hajar al-Asyqalani, hukum menjual belikan barang KW adalah haram. Sebuah hadits secara tegas menyatakan larangan melakukan praktik khadi’ah (penipuan), yang mana praktik ini ditengarai lewat praktik bai’ najasy.
Bai’ najasy merupakan istilah dari jual beli yang direncanakan dalam bentuk menipu calon konsumen. Alhasil, praktik ini sama illatnya dengan jual beli barang KW.
Terhadap praktik bai’ najasy ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya jual beli najasy (tipu-tipu) ini adalah tertolak, dan praktik jual belinya tidak halal.” (Fathu al-Bari Syarah Shahih Bukhari li Ibn Hajar al-Asqalani, juz 4, halaman 417)
Adapun menurut pandangan Imam al-Rafi'i, sebagaimana beliau menukil pendapatnya Imam Al-Syafii, batasan keharaman itu tidak berlaku apabila pihak produsen tidak mengetahui bahwa praktik yang ia lakukan adalah dilarang.
Jadi, apabila pihak produsen produk KW itu tidak tahu bahwa memproduksi barang KW adalah dilarang karena illat penipuannya (khadiah), maka hukum jual beli produk KW tersebut hukumnya adalah tetap sah, namun pelakunya dihukumi ma’siat sehingga berdosa. Imam al-Rafii menyampaikan sebuah nukilan:
“Imamuna Al-Syafi’i dalam Kitab al-Mukhtashar telah menyampaikan akan status maksiatnya pelaku najasy (pemalsuan), dengan takhsish berdasar dalil status maksiatnya orang yang menjual barang yang ditawar oleh saudaranya, khususnya bila orang tersebut tahu bahwa praktik itu dilarang syara’” (Fathu al-Bari Syarah Shahih Bukhari li Ibn Hajar al-Asqalani, juz 4, halaman 417)
Dikutip NU Online, jual beli produk KW yang telah memenuhi syarat dan rukunnya adalah sah, tetapi hukumnya akan haram dan berdosa, karena dharar, yakni dapat menimbulkan kerugian pihak lain.
Dalam hal ini penjual dan/atau produsen produk originalnya. Hal ini karena tidak ada izin atau toleransi dari produsen dan/atau penjual produk original tersebut. Jual beli produk KW demikian termasuk ke dalam jenis jual beli yang dilarang oleh syara’.