Namun, banyak warganet yang mengaitkan dengan perjalanan mereka ke negara-negara Eropa, sambil menenteng tas-tas keluaran brand mewah tersebut. Pasalnya, Eropa dikenal ketat memberantas barang KW dan tak mengenal ampun terhadap penjual maupun pemakainya.
Larangan Barang Palsu di Prancis
Prancis misalnya, negara ini memiliki undang-undang anti-pemalsuan terberat di dunia. Seperti dilansir Fashion Network, bos Comite Colbert Elisabeth Ponsolle des Portes, mengungkap, mereka yang memiliki barang palsu di sini dianggap sebagai kejahatan sejak 1994.
"Di Prancis Anda dapat didenda hingga 300.000 euro (Rp4,5 miliar) dan dipenjara selama tiga tahun" jika Anda memiliki barang palsu," kata dia.
Karena itu, Comite Colbert terus melakukan kampanye ini setiap dua tahun sejak 1995. Tak hanya di Prancis, tapi juga hingga Italia, Republik Ceko, Hongaria, Slovakia, Rumania, dan Kroasia.
Ponsolle des Portes berharap lebih banyak negara akan bergabung.
"Ini penting untuk Eropa, dalam hal pekerjaan," katanya.
Sebagai rumah bagi banyak merek mewah paling terkenal di dunia, Prancis sangat terekspos. Barang-barang palsu merugikan ekonomi 30.000 pekerjaan dan kehilangan pendapatan enam miliar euro setiap tahun, menurut Comite Colbert.
Pakaian, kacamata hitam, parfum, kosmetik, tas dan barang kulit, setengah dari 8,9 juta barang palsu yang disita di Prancis pada tahun 2011 adalah barang mewah, dengan produk Louis Vuitton yang paling banyak ditiru.
Secara global, ekonomi barang palsu bawah tanah berkembang pesat berkat belanja internet, sebagaimana dibuktikan dengan meningkatnya jumlah barang yang disita di kantor pemilahan pos.