Suara.com - Rumor pernikahan siri Alshad Ahmad dan Nissa Asyifa masih menjadi buah bibir warganet. Hingga saat ini, baik keduanya mau pun Tiara Andini yang berstatus kekasih Alshad masih menduduki trending paling atas.
Belum lama ini publik dibuat geger dengan unggahan Nissa Asyifa, mantan kekasih Alshad. Melalui unggahan instastory, Nissa pun terlihat mencurahkan isi hatinya sambil menyinggung seseorang dengan kata-kata yang cukup menohok.
“Mencoba diam, mencerna dan memahami keadaan yg sangat chaos. Disiksa fisik, batin & mental, dealing with trauma, shock & pain oleh seseorang yg tdk bertanggung jawab atas perbuatannya. Di dunia nyata kelakuannya LUAR BIASA di dunia maya SEPERTI TIDAK ADA APA-APA. Sangat keterlaluan!!! Sekeluarga!!!” tulis Nissa melalui unggahan instastory, seperti dikutip dari pengguna TikTok NISSA ASYIFA, pada Selasa, (21/3/2023).
Nissa pun beberapa kali memperingatkan bahwa waktu akan menjawab semua, ia yakin atas setiap rencana Tuhan atas segala sesuatu yang sedang menimpanya.
Baca Juga: Raffi Ahmad Tanggapi Kabar Alshad Ahmad Sudah Menikah dan Cerai Dengan Nissa Asyifa: Aku Nggak Tahu
Setelah unggahan tersebut menyeruak, warganet pun berbondong-bondong mencari tahu kebenaran di antara keduanya. Bahkan beredar sebuah foto daftar sidang dan unggahan surat duduk perkara milik Alshad dan Nissa dengan Nomor Perkara 5361/Pdt.G/2022/PA.Badg.
Berdasarkan surat duduk perkara tersebut diketahui keduanya sudah melangsungkan pernikahan pada tanggal 30 September 2022 dalam keadaan Nissa yang sudah hamil 8 bulan.
Kemudian pada tanggal 11 November 2022, Alshad mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Bandung. Keduanya pun resmi bercerai tertanggal 28 Desember 2022.
Dengan demikian, kuat dugaan bahwa Nissa dan Alshad sudah melakukan hubungan intim sebelum menikah. Sehingga, anak tersebut pun berstatus anak di luar pernikahan. Meski keduanya sempat melangsungkan pernikahan sebelumnya.
Bagaimana pandangan Hukum Islam?
Mengutip dari sebuah jurnal penelitian, dalam kitab Ahkamul-Mawaris fi al-Fiqhi al Islami disebutkan bahwa:
“Anak zina adalah anak yang lahir bukan dari hubungan nikah yang sah secara syar’I atau dengan kata lain buah dari hubungan terlarang antara laki-laki dan wanita.”
Dalam pandangan hukum islam, anak di luar pernikahan disebut dengan anak mula’anah. Artinya, anak tersebut lahir dari hubungan yang tidak diakui oleh agama dan hukum. Anak tersebut mempunyai hak atas waris kepada ibunya.
“Jumhur ulama berpendapat anak itu tidak bisa dinasabkan ke bapaknya. Karena memang benih itu telah ada sebelum ikatan suami istri terjadi. Mungkin secara biologis dia jadi bapak itu anak, tapi secara agama dia bukan bapaknya,” terang ustaz Syafiq Riza Basalamah, dikutip melalui kanal YouTube Atsar Muslim, pada Selasa, (21/3/2023).
Melansir dari laman almanhaj, Rasulullah Saw bersabda yang berbunyi:
“Siapa saja yang menzinahi wanita merdeka atau budak sahaya maka anaknya adalah anak zina, tidak mewarisi dan mewariskan.”
Terdapat pula perbedaan pendapat dari beberapa ulama. Imam Malik dan Syafi'i menyatakan bahwa anak yang dilahirkan sebelum enam bulan dari pernikahan orangtuanya maka dinasabkan pada ibunya.
Imam Abu Hanafiah menyatakan, anak zina tetap dinasabkan pada suami ibunya (apabila ia sudah menikah) tanpa mempertimbangkan waktu kehamilan.
Namun apabila perempuan tersebut hamil dan belum menikah, terdapat beberapa pandangan juga mengenai nasab terhadap anak yang sedang dikandungnya.
Pertama, apabila laki-laki tersebut mengakui bahwa itu adalah anaknya meski tidak menzinahi ibunya maka ia berhak mendapatkan nasab tersebut. Namun jika ia mengakui perbuatannya, Jumhur ulama mengatakan bahwa anak tersebut tetap dinasabkan pada ibunya.
Sementara sedikit ulama lainnya berpendapat, anak tersebut berhak mendapatkan nasab dari orang yang mengakuinya.
Pandangan secara Hukum Yuridis atau Perdata
Sebagaimana yang tertulis pada Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, bahwa anak yang sah adalah anak yang lahir akibat perkawinan yang sah.
Mengutip dari Hukum Online, sudah diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Meski begitu pasal tersebut cukup bertentangan dengan putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010. Disebutkan bahwa pihak laki-laki pun keluarganya tetap bisa memiliki hubungan perdata asalkan dapat dibuktikan dengan jelas dan pasti bahwa anak tersebut adalah darah dagingnya, (Shilvia Restu Dwicahyani)