Suara.com - Sosok Sapardi Djoko Damono hari ini dibuat menjadi Google Doodle hari ini. Doodle tersebut menggambarkan sosok sastrawan yang melegenda tersebut berada di tengah hutan.
Dalam tulisan Google terlihat berada di semak-semak dan pada bagian huruf O digambarkan melalui payung yang dipegang Sapardi Djoko Damono.
Sapardi Djoko Damono yang lebih akrab disapa SDD, merupakan seorang sastrawan yang melegenda akan karya-karyanya dan tak lekang oleh waktu. Baik tua mau pun muda pasti menyenangi dan menikmati setiap karyanya.
Pujangga yang satu ini selalu berhasil memikat para pembaca melalui karyanya seperti pada puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana. Sehingga sangat populer pada berbagai kalangan.
Baca Juga: Jelang Imlek 2023, Google Ungkap Fakta Unik di Balik Tahun Kelinci Air
Awal mula nama Sapardi
Melansir dari laman Centre Of Excellent Budaya Jawa pada Senin, (20/3/2023), SDD adalah anak sulung dari pasangan Sadyoko dan Sapariah yang lahir pada 20 Maret 1940 silam.
Berdasarkan kalender Jawa, ia lahir di bulan Sapar. Dari sinilah nama Sapardi berasal. Menurut kepercayaan orang Jawa, orang yang lahir di bulan Sapar kelak akan menjadi sosok yang pemberani dan teguh dalam berkeyakinan.
Sapardi pun sempat menjadi abdi dalem di Keraton Kesunanan mengikuti jejak kakeknya.
Karyanya sudah dimuat sejak masih sekolah
Baca Juga: Hari Pertama 2023, Google Doodle Warnai Halaman Pencarian Sambut Tahun Baru
Awal mula karier SDD sudah dimulai sejak dirinya duduk di bangku sekolah. Karya-karyanya sudah sering dimuat di majalah.
Kegemarannya dalam menulis semakin terasah ketika dirinya duduk di bangku perkuliahan, Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM. Saat itu, SDD mengambil jurusan Sastra Barat (saat ini Sastra Inggris).
Bakat seni yang melekat
Kemampuan berseni ternyata sudah begitu melekat pada tubuhnya. Tak hanya pandai dalam merangkai kata-kata, SDD juga pintar memainkan alat musik, bermain drama sampai permainan wayang.
Tidak hanya menulis puisi, Sapardi juga menulis cerita pendek dan novel. Tak sedikit juga berbagai karya penulis asing, esai, dan sejumlah artikel di surat kabar yang dia bantu terjemahkan.
Sempat menjadi Direktur dan Dekan Fakultas
Kegemilangannya sebagai sastrawan turut membawanya menjadi seorang direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah Sastra Horison.
Bukan hanya itu, mengutip dari Wikipedia, ia pun sempat menjadi redaktur majalah Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, serta country editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur.
Sapardi pun sempat mengajar sebagai dosen dan menjabat sebagai dekan Fakultas Sastra UI periode 1995-1999 sampai menjadikannya sebagai guru besar Universitas Indonesia.
Setelah purnatugas tak menghalanginya untuk mengajar. Pada tahun 2005, Sapardi aktif kembali sebagai dosen di Sekolah Pascasarjana, Institut Kesenian Jakarta.
Penghargaan Internasional
Tak salah jika Sapardi Djoko Damono menjadi Pujangga Kebanggaan Bangsa. Pasalnya sudah sejak tahun 90-an dirinya menerima berbagai penghargaan internasional.
Diantaranya Cultural Award di Australia (1878), Anugerah Puisi Putra di Malaysia (1983), dan SEA Write Award di Thailand (1986).
Skala nasional pun SDD sudah meraih beragam penghargaan lainnya meliputi Anugerah Seni Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), Kalyana Kretya dari Menristek RI (1996), Achmad Bakrie Award (2003), Akademi Jakarta (2012), Habibie Award (2016), dan ASEAN Book Award (2018).
(Shilvia Restu Dwicahyani)