Suara.com - Memberi sesuatu kepada orang lain seolah punya daya 'magis' tertentu. Sebab, sering kali, perbuatan itu menimbulkan perasaan bahagia bagi si pemberi.
Dampak itu ternyata bukan tanpa sebab atau karena alasan 'magis', melainkan pengaruh dari hormon dalam tubuh.
"Di otak kita ada hormon happiness, salah satunya hormon oksitosin. Itu adalah hormon cinta dan kasih sayang. Jadi kalau kita memberikan itu pasti full of love. Ketika full of love, kita yang memberi itu teraktivasi hormon bahagia. Maka kita akan merasa perasaan enak, lega, padahal baru ngasih," jelas psikolog anak dan keluarga Irma Gustiana ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.
Perasaan lega itu pada akhirnya baik untuk kesehatan mental. Karena seseorang yang memberi akan sering merasa bahagia juga karena telah membantu orang lain. Itu sebabnya, kegiatan berbagi juga bisa jadi proses terapeutik.
Baca Juga: Betrand Peto Bonceng Mesra Sarwendah di Malam Hari, Senyum Bahagia, Minta Jangan Goyang-Goyang!
"Sharing itu juga jadi terapeutik, ketika kita punya masalah, kegelisahan. Setelah memberi, zat aditif, bersyukur. Jadi sekecil apapun yang saya punya saya bagi ke orang lain dan ternyata dampaknya sangat luar biasa," tuturnya.
Dampak kesehatan mental juga bisa dirasakan oleh orang yang menerima. Irma menjelaskan, penerima bantuan bisa merasa lebih percaya diri setelah mendapat bantuam dari orang lain. Perasaan itu timbul karena si penerima merasa diperhatikan dan dianggap penting.
"alau seseorang merasa diperhatikan, dia self confidence-nya naik. Kalau itu sudah naik, harga dirinya juga bagus dan dia pasti nggak merasa sendiri. Pasti merasa 'oh ternyata ada orang lain yang memperhatikan'. Jadi dia jauh lebih bisa meningkatkan rasa bahagia," tuturnya.
Harapannya, pihak penerima bisa lebih termotivasi untuk melakukan apapun yang jadi tujuannya karena merasa ada orang lain yang masih peduli.