Psikolog Bilang Media Sosial Mempermudah Anak Lakukan Bullying, Kenapa Begitu?

Jum'at, 17 Maret 2023 | 18:55 WIB
Psikolog Bilang Media Sosial Mempermudah Anak Lakukan Bullying, Kenapa Begitu?
Ilustrasi Media Sosial mempermudah bullying. (pexels.com/Castorly Stock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Media sosial ternyata makin mempermudah terjadinya perundungan atau bullying di antara anak. Kondisi tersebut dipicu karena kemudahan melampiaskan emosi kepada orang lain.

"Pada dasarnya memang daring mengubah 'medan permainanan'. Kalau dulu bisa bullying secara langsung. Sekarang karena daring mempermudah akses," kata psikolog Putu Andini dalam konferensi pers bersama Child Fund Internasional di Jakarta, Jumat (17/3/2023).

Putu menjelaskan, apabila seorang anak memiliki rasa amarah yang sangat besar dan ingin melampiaskan kepada temannya, perasaan itu cenderung bisa ditahan saat bertemu langsung. Karena ada perasaan waspada diketahui orang lain.

Berbeda halnya apabila pelampiasan emosi tersebut dilakukan secara daring lewat media sosial. Anak cenderung merasa lebih aman untuk melakukannya.

Baca Juga: Ganas, Akun Instagram Boy William Hilang Diduga Diserang Fans Blackpink

Ilustrasi Kampanye anti-bullying (pexels/rodnaye kent)
Ilustrasi Kampanye anti-bullying (pexels/rodnaye kent)

"Ketika lewat daring, wajah gak terekspos, akhirnya berbagai emosi disalurkan lewat situ. Karena mereka sebenarnya tak ingin identitasnya terungkap dan terugikan juga," imbuhnya.

Menurut Putu, tindakan seperti itu bisa dilakukan oleh anak laki-laki maupun perempuan.

Berdasarkan survei yang dilakukan lembaga Child Fund Internasional (CFI) juga menemukan bahwa anak laki-laki dan perempuan sama rentannya untuk menjadi pelaku maupun korban bullying di media sosial.

CFI mencatat, sebanyak 5 dari 10 anak dari 13-24 tahun pernah menjadi pelaku cyber bullying. Sementara 6 dari 10 anak muda pernah menjadi korban.

Secara usia, anak berua 13-15 tahun yang paling rentan menjadi korban bullying. Sedangkan pelaku bullying paling banyak dilakukan oleh siswa SMA dibandingkan murid SMP dan mahasiswa.

Baca Juga: Berpikir Positif Itu Bermanfaat Bagi Kesehatan, Begini Penjelasan Analisa Widyaningrum!

"Sekarang ini kita butuh digital literasi. Itu kenapa kita butuh Swipe Safe. Diperlukan kita semua, mulai dari orangtua, anak itu sendiri, pendidik, juga media untuk kita melengkapi diri dengan digital literasi supaya bisa resiliens terhadap risiko yang dihadapi," kata spesialis peelindungan anak dan Advokasi CFI di Indonesia Reny Haning.

Swipe Safe merupakan program yang digagas oleh CFI Indonesia bersama CFI Australia sebagai strategi untuk literasi digital demi mencegah terjadinya cyber bullying.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI