Suara.com - Industri kosmetik dapat dikatakan merupakan salah satu industri yang resilien di masa pandemi, bahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat terdapat kenaikan jumlah perusahaan kosmetik sebesar 20,6% year-on-year (YoY) dari tahun 2021 ke tahun 2022.
Pertumbuhan revenue penjualan beauty dan personal care mengalami peningkatan di seluruh kategori dengan pertumbuhan tertinggi pada perawatan kulit (skin care) sebesar 29,6%, perawatan rambut (hair care) 21,5%, dan bath & shower sebesar 12,2%, berdasarkan laporan dari Euromonitor Internasional tahun 2022.
Sayangnya, hal tersebut dibarengi oleh klaim-klaim terhadap produk yang berpotensi menyebabkan kebingungan konsumen dalam memilih produk dan menurunkan loyalitas terhadap suatu merek. Hal ini disampaikan Theresia Sinandang S. Farm, Head of Skinproof.
Menurutnya dengan begitu beragamnya produk kosmetik, masih banyak konsumen yang belum memahami apakah produk yang mereka gunakan sesuai dengan kebutuhan kulitnya atau tidak. Theresia menambahkan, klaim pada produk merupakan alat marketing yang sangat powerful namun harus dapat dipertanggung jawabkan.
"Setiap produk kosmetik dan perawatan kulit memiliki klaimnya masing-masing, seperti “Membersihkan”, “Menghilangkan”, “Menyamarkan”, atau “Hypoallergenic”, sehingga klaim produk dari produsen merupakan salah satu pertimbangan penting bagi konsumen dalam memilih produk," pungkas dia dalam diskusi edukatif bersama Skinproof (PT Derma Lab Asia), Kamis (16/3/2023) di Jakarta.
Oleh sebab itu, lanjut dia produsen kosmetik harus dapat memberikan klaim produk yang akurat pada kemasan agar tidak menyesatkan konsumen. Sentimen serupa juga disampaikan oleh Apt. Ike Indrawanti, S. Farm., Cosmetic Scientist, yang menjadi narasumber di Skinproof Workshop: The Importance of Product Credibility.
Dalam menentukan product claim, kata dia perlu dilakukan riset dan analisa mendalam untuk memastikan bahwa kandungan pada produk tersebut memiliki kadar yang tepat untuk memberikan hasil pada penggunanya.
Sementara dari sisi konsumen, sebaiknya lebih jeli dan melakukan kroscek terlebih dahulu terhadap klaim dalam satu produk. Misalnya dengan melihat riset dan analisa apa yang telah dilakukan produk tersebut.
Berapa jumlah orang yang melakukan percobaan terhadap riset tersebut, saat semakin banyak yang mengikuti, maka akan semakin kredibel klaim dari produk tersebut. Lainnya, konsumen juga bisa melihat langsung ke situs brand tersebut untuk melihat detil terhadap riset dan analisa tersebut.
"Coba lebih jeli terhadap kandungan dari produk. Misalnya mencerahkan, apakah ada kandungan active yang mencerahkan, begitu juga dengan anti aging dan lainnya," tambah dia.
Disini lah peranan Skinproof diperlukan. Skinproof melakukan uji coba terhadap produk kosmetik untuk memastikan bahwa kandungan yang terdapat di dalamnya telah sesuai dengan manfaat yang diharapkan dari produk tersebut.
Sehingga saat konsumen melihat klaim pada produk yang telah diuji oleh Skinproof, konsumen merasa yakin dengan produk tersebut karena telah melalui berbagai tahapan riset di laboratorium Skinproof.
Karenanya, kata Theresia melalui consumer dan sensory research, Skinproof akan membantu para pelaku industri kosmetik untuk semakin mengenal produk dari persepsi yang bisa dirasakan langsung oleh konsumen.
“Pemahaman apa yang ada di benak konsumen pada produk kosmetik melalui pendekatan five sense (touch, sight, smell, taste, and sound) menjadi informasi berharga untuk mengetahui pengalaman pemakaian produk dan memastikannya sudah sesuai dengan keinginan konsumen,” tutup dia.