Suara.com - Mual hingga muntah yang berhubungan dengan masalah pencernaan sangat umum dialami banyak orang saat tengah menjalani ibadah puasa. Bahkan tak sedikit yang mengalami kondisi di mana ada yang bergerak keluar dari perut hingga ke tenggorokan, kemudian berhenti dan turun kembali.
Karenanya tak sedikit yang bertanya-tanya, bagaimana ibadah puasa yang dijalani saat mengalami kondisi tersebut? Apakah batal, atau malah bisa dilanjutkan?
Untuk menjawab hal tersebut, dilansir NU Online, ada dua jenis muntah yang masing-masingnya memiliki hukum yang berbeda. Untuk muntah yang tidak disengaja atau dalam artian tiba-tiba seseorang merasa mual dan akhirnya muntah, maka puasanya tidak batal.
Hal itu tertulis dalam Hadis Riwayat lima imam hadist, yakni Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i, yang artinya seperti berikut.
Baca Juga: Tata Cara Buka Puasa yang Tepat Menurut Zaidul Akbar, Jangan Sembarangan!
"Siapa saja yang muntah, maka ia tidak berkewajiban qadha (puasa). Tetapi siapa saja yang sengaja muntah, maka ia berkewajiban qadha (puasa)".
Dari hadist tersebut, para ulama pun menarik kesimpulan bahwa orang yang terlanjur muntah tanpa disengaja bisa melanjutkan puasanya hingga matahari terbenam. Sebab, isi perut yang keluar melalui mulut tanpa disengaja itu tidak membatalkan puasa.
Adapun untuk kasus seseorang yang hendak muntah dan makanan yang ada di dalam perutnya sudah bergerak naik namun tidak sempat keluar dan berhenti di pangkal tenggorokan, para ulama sepakat bahwa hal tersebut tidak membatalkan puasa seseorang. Orang tersebut dapat melanjutkan puasa hingga matahari terbenam.
Namun, jika muntah dilakukan dengan sengaja, misalnya dengan mencolok tenggorokan menggunakan tangan hingga muncul rasa mual dan akhirnya muntah, hal itu membatalkan puasa lantaran dilakukan secara sengaja.
Serta, apabila seseorang dengan sengaja menelan kembali muntahannya maka puasanya dianggap batal. Sehingga orang tersebut harus mengganti puasanya di hari lainnya.
Baca Juga: Panduan Berbuka Puasa dan Sahur untuk Ibu Hamil Menurut Zaidul Akbar