Suara.com - Konten Kreator sekaligus Mahasiswa Pendidikan Kedokteran Universitas Indonesia, Ugiadam Farhan Firmansyah, Ekida Rehan Firmansyah, dan Youtuber Jerome Polim menuai banyak kecaman dari warganet. Hal ini karena konten yang dibuat mereka baru-baru ini.
Dalam unggahan yang telah dihapus, Farhan, Ekida, dan Jerome Polin tampak membuat konten berjoget bersama. Namun, dalam video tersebut menggunakan kata-kata yang sering dokter gunakan sebagai pernyataan pasien meninggal dunia, yakni “Mohon maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin”.
Konten tersebut lantas menuai banyak kontroversi. Ketiganya dinilai tidak memiliki empati kepada banyak keluarga yang sedih dengan ucapan tersebut. Akun Twitter @rizkahasanah membuat cuitan, kalau kata-kata tersebut adalah sensitif.
Ia mengaku baru melihat keluarga yang sangat sedih dengan kata-kata tersebut. Oleh sebab itu, menurutnya konten tersebut kurang pantas, apalagi dibuat mahasiswa kedokteran UI.
Baca Juga: Sambut IBL Seri IV 2023 di Solo, RS JIH Siapkan Dokter Spesialis hingga Penanganan Operasi
“Ngeliat kemaren pasien meninggal di dpn mataku, dan bilang ke keluarganya kalo harus dilepas monitor & O2 mask nya and my supervisor literally said those words… and seeing this insensitive influencer making fun of it. Wow, no wonder everyone hates you,” tulis akun tersebut dalam cuitannya, Minggu (26/2/2023).
Menanggapi ramainya komentar akan video tersebut, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), prof. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH., mengatakan, penggunaan kata-kata tersebut pada dasarnya memang dipakai ketika dokter telah mengobati pasien, tetapi gagal dan meninggal dunia.
Namun, dalam video yang dibuat, menurut prof. Ari konteksnya bisa saja berbeda dan hanya untuk candaan. Akan tetapi, hal yang salah yaitu kalimat tersebut bisa di multiinterpretasikan banyak orang. Oleh sebab itu, menggunakannya sebagai bahan candaan juga cukup riskan.
“Prinsipnya begini, kata kata itu sering digunakan dalam media ketika dokter udah obati tapi gagal misal meninggal. Dalam topik ini kan cerita tentang, enggak berhubungan. Namanya multiinterpretasi, ketika mahasiswa kedokteran menggunakannya, maka harus hati hati membuat konten. Meskipun niatnya hanya candaan tapi karena kata itu multiinterpretasi, jadi sebenarnya tidak boleh ditertawakan,” jelas prof. Ari saat dihubungi Suara.com.
Menurut prof Ari, baik dokter maupun masih calon, sangat perlu berhati-hati dalam membuat konten. Pasalnya, dalam berbagai konten sensitif, hal yang sebenarnya tidak dimaksud, bisa saja lain di mata orang lain.
Baca Juga: Jerome Polin Bikin Pangling Publik, Netizen: Mirip Tulus dan Park Saeroyi
“Secara umum siapapun dokter maupun calon dokter harus hati-hati dalam membuat konten. Sebenarnya (video) tadi kayak enggak maksud tapi kata- kata itu sering digunakan gitu pada pake pasien,” jelas prof. Ari.
Tidak hanya itu, menurut prof. Ari, mengapa dalam penggunaan kata-kata tersebut bisa salah karena ini kembali bergantung pada orang yang melihatnya. Hal ini karena ada orang yang mungkin memiliki pengalaman buruk atau sedih dengan kata-kata tersebut.
“Sebenarnya tujuannya enggak kesitu tapi kan ada orang yang tidak tepat gitu. Tapi tergantung orang melihatnya. Itu bisa remind sesuatu yg tidak mengenakan,” ujarnya.
Oleh karena itu, prof. Ari berpesan, dalam menggunakan media sosial, seorang konten kreator harus melihat dampaknya. Apalagi, publik bisa saja memandangnya sebagai hal lain.
“Apapun yang kita unggah di media sosial, tapi ketika sudah di publik ini jadi ribut gitu,” pungkas prof. Air.