Suara.com - Setelah kasusnya viral, belakangan ini video penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio terhadap David tersebar di media sosial. Dalam video tersebut, memperlihatkan terlihat lelaki yang diduga sebagai Mario Dandy menendang sosok yang sudah terbaring lemas di jalan.
Tidak hanya itu, sosok tersebut juga terlihat melakukan selebrasi setelah menendang korban yang diduga David. Bahkan, ketika korban terlihat tidak berdaya, ia masih menerima beberapa tendangan hingga injakan di bagian kepalanya.
Video yang tersebar itu lantas menuai banyak kecaman di media sosial. Beberapa juga merasa kasihan dan tidak tega melihat korban yang diduga David itu mengalami kekerasan hingga tidak berdaya.
Sementara itu, beberapa warganet memperingatkan kepada para akun agar tidak mengunggah video tersebut di media sosial. Hal tersebut karena video itu bisa saja membuat seseorang merasa trauma melihatnya.
Baca Juga: Diperiksa Sampai Malam, AG Pacar Mario Dandy Masih Berstatus Saksi Dan Tak Ditahan
Bahkan, video kekerasan itu bisa dilihat oleh anak-anak dan memberikan dampak buruk ke depannya. Lantas bagaimana dampak yang terjadi jika anak melihat video kekerasan di media sosial?
Psikolog Klinis Ohana Space, Marissa Meditania, M. Psi., Psikolog mengatakan, ketika anak melihat video kekerasan, hal tersebut berpeluang untuk mereka mengikutinya. Pasalnya, anak adalah peniru yang baik. Ini bisa membuat mereka meniru apa yang dilihatnya tanpa berpikir baik atau buruknya.
“Dampaknya pada anak kecil jadi anak kecil itu adalah peniru sejati gitu ya, anak-anak ini akan bersikap melihat copy paste dari apa yang dipaparkan kepada mereka karena itu kan cara belajar yang paling mudah, dia melihat dia tinggal langsung meniru tanpa harus berpikir,” ucap Marissa saat dihubungi Suara.com, Sabtu (25/2/2023).
Menurut Marissa, anak-anak bisa saja berpikir kalau awalnya hanya bercanda meniru perilaku tersebut. Namun, mereka juga bisa berpikir kalau melakukan kekerasan itu adalah hal yang normal terjadi.
“Jadi sangat besar potensi anak-anak melakukan hal itu, entah jadinya mereka pikir ini bercanda gitu ya, tidak berniat untuk melukai temannya, tapi berpikir kalau ‘oh iya mungkin dengan memukul atau menendang itu adalah sesuatu hal yang normal’ gitu,” jelasnya.
Baca Juga: Cerita David, Putra Jonathan Latumahina Memutuskan Mualaf dan Memeluk Agama Islam
Tidak hanya itu, anak yang melihat video tersebut juga bisa membuatnya tidak bisa mengendalikan emosi. Ini akan membuat anak melakukan kekerasan saat emosi karena dinilai hal yang lumrah. Bahkan, untuk anak sekolah bisa berpikir kalau kekerasan jadi cara untuk menyelesaikan masalah.
“Apalagi kalau dia marah dan tidak bisa mengendalikan emosi yaudah memukul dan menendang ini adalah hal yang lumrah gitu itu sih kekhawatirannya. Terus juga untuk anak-anak yang lebih besar, mungkin juga SD gitu atau SMP yang sudah bisa lebih berpikir, bisa jadi berpikirnya kekerasan adalah salah satu cara untuk menyelesaikan masalah gitu. jadi sangat disayangkan (video) ini tersebar luas,” jelas Marissa.
Sebab dampak negatif tersebut, Marissa berharap, ketika ada sebuah kasus yang memperlihatkan kekerasan, seseorang lebih baik tidak mengunggahnya di media sosial. Menurutnya orang-orang dapat mengunggah konten edukasi yang lebih baik.
“Harapannya kalau kita punya konten sensitif seperti itu, ada korban, ada tersangkanya sebaiknya jangan disebar. Kita bisa memberikan edukasi dalam bentuk yang lain yang lebih bijak,” ujar Marissa.
Selain itu, orang tua diharapkan selalu melakukan pengawasan terhadap penggunaan gadget kepada anak. bisa juga untuk mengaktifkan parental guide agar apa yang dilihat anak sesuai dengan usianya.
“Jadi penting untuk orang tua yang udah kasih gadget ke anak juga aktifin parental guide gitu, terlebih di media sosial seperti Youtube, rasanya ada batasan usia agar konten terfilter,” pungkasnya.