Suara.com - Kecakapan digital bukan hanya sekadar kemampuan seseorang untuk bisa menggunakan perangkat seperti gadget dan internet. Tapi lebih dari itu, aspek budaya dalam bersikap dan niai-nilai toleransi seperti menghargai pengguna internet lainnya juga termasuk di dalamnya.
“Kita ini orang Indonesia, punya Pancasila dan Bhineka Tungga Ika sebagai pijakan kehidupan sehari-hari. Berangkat itu, mempelajari budaya bermedia digital menjadi penting,” ungkap Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al-Azhar Indonesia, Cut Meutia Karolina, narasumber kegiatan literasi digital #makincakapdigital 2023 segmen Pendidikan DKI Jakarta dan Banten dalam keterangannya, Senin, (20/22023).
Cut Meutia mengatakan dalam realisasinya saat berinteraksi di dunia digital ada berbagai keadaan yang tak sesuai dengan kebudayaan. Bahkan, ia melihat banyak penggunaan teknologi yang tak diiringi dengan norma-norma dan tata karma berkomunikasi secara langsung yang seharusnya tercermin di dunia digital.
Saat berpendapat di media sosial, pengguna cenderung lupa akan budaya ramah-tamah yang mengakar dalam budaya Indonesia. Hal ini turut dipengaruhi isi konten yang justru menjadi panggung budaya asing dibanding budaya sendiri.
Baca Juga: Ganjar Tunjukkan Momen Toleransi Dalam Perayaan Natal
“Ini harus kita kembalikan lagi, teknologi digital dan media digital sebagai kesempatan untuk memperkenalkan kembali Indonesia yang luar biasa keren dan sangat menarik untuk disebarkan lewat digital,” papar Cut Meutia.
Hal lain yang juga menjadi perhatiannya ialah terkait pemenuhan hak-hak digital sebagai pengguna namun sering dilupakan bahwa orang lain memiliki hak yang sama. Dunia digital menurutnya tampak bebas, orang dapat berkomentar maupun menulis dan mengunggah apapun yang diinginkan.
Tetapi justru kebebasan itu menjadi kelewat batas sehingga tanpa sadar melakukan pengguna melakukan cyberbullying hingga menyebarkan ujaran kebencian.
Kesadaran pengguna akan keberadaannya di ruang digital yang berisi banyak orang dengan karakteristik berbeda dari segi asal daerah hingga budaya seharunya memunculkan sikap toleransi. Nilai tersebut sudah tertanam di diri orang Indonesia yang memiliki pemahaman akan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tungga Ika. “Sebaiknya kita jangan sampai bablas menggunakan media digital dalam hal berekspresi,” sambungnya lagi.
Penghargaan akan perbedaan dan mengingat batasan privasi saat berbagi dan mengomentari seharusnya menjadi bagian dari budaya digital masyarakat Indonesia. Apalagi kini pengguna internet sudah mencapai 204,7 juta atau 73,7 persen dari populasi Indonesia menurut data We Are Social dan Hoot Suit pada Februari 2022.
Baca Juga: Pentingnya Menanamkan Nilai Pancasila pada Anak Lewat Keseharian, Agar Mengenal Toleransi dan Budaya
Belum lagi pelanggaran akan hak cipta dan kekayaan intelektual. Sehingga kompetensi budaya bermedia digital dianggap penting agar menghindari pergesekan antar pengguna. “Sebenarnya budaya masyarakat Indonesia di kehidupan nyata sama juga harus kita terapkan di kehidupan bermedia digital,” sebut Cut Meutia lagi.
Sebagai informasi, Program Literasi Digital ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.