Suara.com - Tindak kekerasan dalam hubungan asmara tidak hanya rentan terjadi pada pasangan suami istri, tetapi bisa juga saat masih berpacaran.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), lebih dari 10 persen kasus kekerasan yang dilaporkan ternyata pelakunya masih berstatus pacar.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA Eni Widiyanti menegaskan bahwa tindak kekerasan telah jadi pertanda pasti suatu hubungan tidak sehat atau toxic relationship.
"Data kekerasan pada perempuan sepanjang 2022 yang dilaporkan ke kami ada 10 ribu jumlah korban kekerasa terhadap perempuan, ternyata sebanyak 1.151 di antaranya pelakukanya adalah pacar," ungkap Eni saat media talk di kantor KemenPPPA di Jakarta, Jumat (17/2/2023).
Baca Juga: Beredar Video Dugaan Kekerasan terhadap Perempuan di Seturan, Ini Tindaklanjut Polresta Sleman
Kebanyakan kasus kekerasan oleh pacar itu dalam bentuk kekerasan psikis, fisik, dan seksual.
Eni mengingatkan kalau pasangan toxic relationship sebenarnya bisa sangat terlihat gelagatnya. Salah satunya bila sering melarang kegiatan, hubungan sosial dengan lawan jenis hingga melanggar privasi.
"Posesif misalnya perempuan gak boleh punya temen laki-laki lain. Kemudian akun medsosnya diliatin terus, kalau ada nama laki-laki jadi temennya minta diblokir. Apalagi ada mantannya, langsung diblok," paparnya.
Sikap seperti itu yang bisa jadi awal mula hubungan tidak sehat. Meski mungkin terkesan sepele, namun Eni mengingatkan kalau kejadian itu bisa berakubat fatal ke depannya. Bahkan jadi pemicu timbulnya kekerasan lain secara fisik.
Untuk mencegah hal itu terjadi, diperlukan juga peran orang tua untuk menjaga anaknya agar tidak menjalin hubungan dengan pacar yang toxic. Diakui Eni, kalau remaja kerap kali sulit terbuka untuk cerita tentang hubungan romantisnya kepada orang tuanya.
Baca Juga: Cemburu Dengan Gading Marten, Rino Soedarjo Putus Dengan Gisella Anastasia? Cek Faktanya!
Oleh sebab itu, ia meminta agar orang tua mampu membangun hubungan yang harmonis dengan anak. Caranya dengan tidak selalu menggurui atau menghakimi setiap tindakan anak dan memperlakukannya layaknya teman.
"Misal punya anak perempuan lagi deket sama cowo, kalau orangtuanya galak, pasti anak gak mau cerita. Kemudian lingkungan di luar keluarga juga harus dibuat seharmonis mungkin supaya anak bisa terbuka dan tercegah dari hubungan toxic yang mungkin dilakukan oleh pacar maupun calonnya," pesannya.