Suara.com - Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti lakukan pembunuhan berencana kepada Brigadir Yosua Hutabarat.
Vonis tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa saat persidangan pada Senin (13/2/2023).
"Menyatakan, mengadili terdakwa Ferdy Sambo SH. SiK MH, divonis pidana hukuman mati," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Hakim Wahyu menyebutkan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana. Di sisi lain tidak ada hal yang bisa meringankan hukuman terdebut karena sikap Ferdy Sambo sendiri yang tidak mengakui kesalahannya sampai akhir persidangan.
Vonis hakim itu bahkan lebih tinggi dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menghukum Ferdy Sambo penjara seumur hidup.
Hukuman mati di Indonesia diatur dalam Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.
Tetapi, bagaimana agama Islam memandang hukuman mati terhadap pelaku kejahatan? Bolehlah manusia jadi penentu ajal bagi manusia lain?
Nahdlatul Ulama (NU) melalui Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyah pernah membahas hukuman mati saat Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2020. Hukuman mati kerap dikaitkan dengan hak asasi manusia (HAM) dan pandangan Islam.
NU menyatakan bahwa dalam Islam hukuman mati masuk dalam kategori qishash.
Baca Juga: Ajudan Sambo, Ricky Rizal Divonis 13 Tahun Penjara
Dikutip dari Situ NU Online dituliskan bahwa hukuman mati dipandang menjadi sanksi atas tindak kejahatan pembunuhan juga berbagai tindak kejahatan berat tertentu.
Dalam keputusan yang disahkan pada sidang pleno Muktamar Ke-33 NU itu dijelaskan, hukuman mati merupakan bukti dari upaya serius syariat Islam untuk memberantas kejahatan berat yang menjadi bencana kemanusiaan, seperti pembunuhan.
Sanksi tersebut dinilai setimpal dan menjadi pelajaran paling efektif bagi orang lain supaya tidak berbuat hal yang sama. Muktamirin berpandangan, pada hakikatnya dimaksudkan untuk beberapa hal, antara lain:
- Memberantas tuntas kejahatan yang tidak dapat diberantas dengan hukuman yang lebih ringan.
- Orang lain akan terkendali untuk tidak melakukannya karena mereka tidak akan mau dihukum mati.
- Melindungi orang banyak dari tindak kejahatan itu.
Dengan berpijak pada dasar hakikat disyariatkannya hukuman mati tersebut, maka hukuman mati dinilai tak dapat dinyatakan melanggar HAM. Justru sebaliknya, hukuman tersebut untuk memberantas pelanggaran HAM dengan membela hak hidup banyak orang.
Pandangan itu didasarkan pada argumen al-Qur’an, as-sunnah, dan pendapat para ulama yang tersebar dalam berbagai literatur.
Jauh sebelum muktamar, PBNU juga telah mengeluarkan imbauan penerapan hukuman mati bagi koruptor kelas berat dan gembong peredaran narkoba.