Suara.com - Butuh jalan panjang bagi korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) untuk bisa pulih dari peristiwa yang dialaminya. Sebab, sebagaimana kekerasan jenis lainnya, KBGO juga termasuk tindakan kriminal yang merugikan gender tertentu, terutama perempuan.
Seperti kisah seorang penyintas KGBO, Dara Ayu Nugroho, yang sampai disorot oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Dara mengalami KGBO saat masih berusia 13 tahun akibat foto payudaranya tersebar pada grup sekolahnya.
“Pada saat itu saya bersekolah di salah satu Pesantren ternama di daerah Jakarta Selatan. Usia saya saat itu 13 tahun dan belum mengenal apa itu kekerasan seksual," kata Dara mengawali ceritanya, saat hadir dalam peringatan Safer Internet Day 2023 di Jakarta, berdasarkan rilis KemenPPPA, Kamis (9/2/2023).
Ketika itu, Dara sebenarnya sedang mengidap radang payudara. Lantaran tinggal berjauhan dengan orangtuanya, ia sering memberi kabar dengan mengirimkan foto kepada ibunya melalui percakapan pondel.
Baca Juga: Kronologi Pengamen Siksa Anak Kandung Sampai Meninggal di Cimahi, Polisi Ungkap Motif
"Namun saya tidak menyangka foto yang harusnya jadi privasi saya itu tersebar luas di pesantren saya,” cerita Dara.
Tragedi itu bermula saat salah seorang senior laki-laki di sekolahnya datang ke rumah Dara untuk menjenguknya. Di tengah obrolan mereka, senior itu sempat meminjam telepon genggam Dara dan meminta izin untuk digunakan berkomunikasi dengan orangtuanya. Saat itu lah Dara menjadi korban KBGO akibat ulah seniornya tersebut.
“Saya sama sekali tidak punya pikiran buruk kepada orang lain bahwa akan ada orang yang lancang membuka handphone dan mengirimkan foto di galeri saya. Pada saat itu foto yang dia (senior Dara) kirim adalah foto bagian dada saya ke grup angkatannya dan dia menuliskan pesan seolah-olah itu (mengirim foto) perbuatan saya,” lanjut Dara.
Setelah foto tersebar hingga diketahui para guru, Dara langsung mendapatkan hujatan dari seluruh temannya juga perlakuan diskriminasi dari para guru.
“Saya juga dihujat oleh guru-guru yang menurut saya harusnya melindungi. Tapi yang mereka pikirkan bukan saya sebagai korban, tetapi menurut mereka itu dianggap menyimpang dan harus dikeluarkan dari sekolah,” ucap Dara.
Baca Juga: Roger Danuarta Laporkan Mantan Babysitter ke Polisi, Sebut Anak Sulungnya Alami Kekerasan Fisik
Akibat peristiwa itu, Dara sampai kehilangan kepercayaan diri, semangat, dan merasa bukan sebagai perempuan baik. Beban yang dirasakan cukup panjang, namun dia sangat bersyukur karena kehadiran ibunya yang menguatkan dan membantunya dapat bangkit kembali.
“Syukur yang paling besar adalah saya punya ibu jasanya luar biasa yang memberikan support terbaiknya untuk saya selama saya hidup. Support itu yang membuat saya bisa bangkit, bisa berdiri, bahkan bisa mendirikan organisasi saya sendiri yang fokus untuk masalah kekerasan seksual,” tutur Dara.
Dara menekankan bahwa peran keluarga dan masyarakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya KBGO sangat penting. Tindakan itu bisa dilakukan dengam sangat sederhana, seperti tidak menyebarluaskan konten yang kemjngkinan berkaitan dengan KGBO.
"Ketika kita mendapat video, foto, atau link apa pun itu terkait hal-hal yang tidak seharusnya kita dapatkan, simpan itu untuk kita dan segera hapus. Dengan cara sesimple itu, kita sudah mencegah kekerasan gender berbasis online. Jangan sebarluaskan,” ucapnya.
Agar para korban dapat bangkit dan pulih dari trauma serta rasa takut, pemulihan bukan hanya tanggung jawab korban sendiri. Dukungan harus didapatkan korban dari keluarga, teman, lingkungan terdekat sebagai suport system bahwa korban tidak sendiri, dan mengakses layanan yang ada.