Venna Melinda Akan Ajukan Gugatan Cerai, Ini Hukum Berpisah karena KDRT dan Tak Diberi Nafkah Oleh Suami Dalam Islam

Dinda Rachmawati Suara.Com
Senin, 16 Januari 2023 | 16:10 WIB
Venna Melinda Akan Ajukan Gugatan Cerai, Ini Hukum Berpisah karena KDRT dan Tak Diberi Nafkah Oleh Suami Dalam Islam
Hotman Paris dan Venna Melinda di Polda Jatim [SuaraJatim/Dimas Angga]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Buntut kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) yang dialami, Venna Melinda pun mantap untuk menggugat cerai sang suami, Ferry Irawan. Hal tersebut disampaikan oleh putra sulungnya, Verrell Bramasta.

"Besok kayaknya proses hukum udah berjalan ya, terus mama besok ngurusin proses perceraian," ujar Verrell pada media, seperti dikutip Mata-Mata, Senin (16/1/2023.

Hal tersebut juga disampaikan oleh kuasa hukum Venna, Hotman Paris pada media. Menurut pengacara tersebut, kliennya itu sudah mantap untuk bercerai dan tidak mau mencabut laporan terkait kasus KDRT yang ia alami.

"Venna meminta saya untuk mempersiapkan gugatan cerai. Langkah awal adalah saya kirim asisten saya hari ini untuk ketemu Venna,  untuk meminta dokumen terkait dengan perkawinan untuk menjadi bukti nanti di pengadilan. Mengenai kapan akan daftar gugatan,(ma sih) belum tahu," pungkasnya.

Baca Juga: Profesi Ferry Irawan Jadi Influencer Biasa Dikontrak 3 Bulan, 10 Bulan Terakhir Masih Beri Nafkah Venna Melinda

Diketahui, beberapa waktu lalu Venna melaporkan Ferry ke Polda Jawa Timur (Jatim) atas dugaan KDRT. Perempuan berusia 50 tahun ini juga mengungkap bahwa dirinya sudah tak diberi nafkah materi oleh sang suami selama 3 bulan.

Potret Venna Melinda dan Ferry Irawan Liburan ke Hong Kong (Instagram/@vennamelindareal)
Potret Venna Melinda dan Ferry Irawan Liburan ke Hong Kong (Instagram/@vennamelindareal)

Istri Meminta Cerai karena KDRT

Dilansir NU Online, KDRT yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya hukumnya adalah haram. Perilaku KDRT dapat menjadi dasar atau alasan seorang istri menggugat cerai kepada suaminya. Pengadilan pun bisa menjatuhkan cerai tanpa ada gugatan dari istri.

"Tindakan KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam Islam dikenal dengan istilah nusyuz (durhaka). Nusyuz adalah salah satu perbuatan yang sangat larang dalam agama (haram)," jelas Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Lampung KH Munawir.

Jika suami berperangai buruk terhadap istri, menyakiti istri, dan memukulnya tanpa sebab, pemerintah wajib menghentikan tindakan aniaya suami tersebut. 

Baca Juga: Jadi Korban KDRT, Venna Melinda Beri Pesan Menohok untuk Verrell dan Athalla

"Kalau suami mengulangi tindakan aniayanya, pemerintah wajib menjatuhkan sanksi untuknya," jelasnya sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tatimmah. 

Venna Melinda alami KDRT [istimewa]
Venna Melinda alami KDRT [istimewa]

Konsekuensi dari nusyuz tersebut adalah istri diperbolehkan khulu' terhadap suaminya (gugat cerai suami). Jika KDRT tersebut bisa membahayakan istri maka pengadilan bisa menjatuhkan talak tanpa adanya khulu' dari istri. 

"Disebutkan di Al-Mausuah Al-Fiqhiyah bahwa disebabkan perilaku suami yang membahayakan istri, misalnya ada berita dari sejumlah sumber terpercaya bahwa suami melakukan kekerasan pada istri, maka hakim dapat menceraikan keduanya," pungkasnya.

Istri Meminta Cerai karena Suami Tak Memberi Nafkah

Masih dikutip NU Online, Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm telah menyimpulkan bahwa Al-Quran maupun As-Sunah telah menyatakan bahwa tanggung jawab suami kepada istri adalah mencukupi kebutuhannya. 

Termasuk di dalamnya, tentunya adalah nafkah. Konsekuensinya adalah bahwa suami tidak hanya diperbolehkan menikmati istrinya tetapi melalaikan apa yang menjadi haknya. 

Karena itu jika suami tidak memberikan apa yang menjadi hak istrinya, maka istri boleh memilih di antara dua opsi; tetap melanjutkan rumah tangganya atau berpisah dengan suami. 

:  

Artinya, “Imam Syafi’i berkata, baik Al-Qur`an maupun As-Sunah telah menjelaskan bahwa kewajiban suami terhadap istri adalah mencukupi kebutuhannya. Konsekuensinya adalah suami tidak boleh hanya sekadar berhubungan badan dengan istri tetapi menolak memberikan haknya, dan tidak boleh meninggalkannya sehingga diambil oleh orang yang mampu memenuhi kebutuhannya. Jika demikian (tidak memenuhi hak istri), maka isteri boleh memilih antara tetap bersamanya atau pisah dengannya,” (Lihat Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, Beirut, Darul Ma’rifah, 1393 H, juz VII, halaman 121).

Jika terjadi perceraian, lantas bagaimana dengan nafkah yang belum diberikan? Dalam konteks  ini suami mesti memberikan nafkah yang belum diberikan. Pandangan ini mengacu pada riwayat yang menyatakan bahwa Sayyidina

Umar bin Khaththab RA pernah mengirimkan surat kepada para panglima perang agar mengultimatum para suami yang jauh dari istrinya dengan dua opsi; segera mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya. Jika pilihannya adalah menceraikan istrinya, mereka harus mengirimkan nafkah yang belum diberikan.

.  

Artinya, “Umar bin Khaththab RA pernah menulis surat kepada para panglima perang mengenai para suami yang jauh istrinya, (dalam surat tersebut, pent) beliau menginstruksikan kepada mereka agar mengultimatum para suami dengan dua opsi; antara memberikan nafkah kepada para istri atau menceraikannya. Kemudian apabila para suami itu memilih menceraikan para istri, mereka harus mengirimkan nafkah yang belum mereka berikan selama meninggalkannya. Hal ini mirip dengan apa yang telah saya (imam Syafi’i) kemukakan,” (Lihat Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, Beirut, Darul Ma’rifah, 1393 H, juz VII, halaman 121). 

Atas dasar penjelasan singkat ini, maka jawaban atas pertanyaan di atas adalah boleh istri mengajukan cerai gugat kepada suaminya dengan alasan suami tidak pernah memberikan nafkah. Nafkah yang belum diberikan selama rentang waktu tidak memberikan nafkah, mesti diberikan. Karena itu merupakan hak istri. 

Jadi nafkah yang belum diberikan dianggap utang suami kepada istri dengan argumen bahwa agama memberikan ketentuan besaran nafkah setiap hari untuk istri. Ini dalam pandangan Madzhab Syafi’i.
Sementara menurut Madzhab Hanafi, nafkah yang belum sempat diberikan tidak tergolong utang suami kepada istri dengan argumen bahwa tidak ada ketentuan untuk besaran nafkah setiap harinya.

Sumber: https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/hukum-minta-cerai-karena-tidak-diberi-nafkah-awHAq

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI