Imbas Pengakuan Pangeran Harry Bunuh 25 Orang di Afghanistan, Bisa Picu Aksi Balas Dendam dari Taliban?
Imbas dari ucapan Pangeran Harry yang mengaku membunuh 25 orang di Afghanistan saat bertugas sebagai pilot helikopter Apache rupanya menimbulkan dendam pada pasukan Taliban.
Suara.com - Imbas dari ucapan Pangeran Harry yang mengaku membunuh 25 orang di Afghanistan saat bertugas sebagai pilot helikopter Apache rupanya menimbulkan dendam pada pasukan Taliban.
Veteran militer Inggris khawatir akan terjadi serangan teroris yang ditargetkan pada Pertandingan Invictus. Para ahli mengatakan, jika serangan itu benar terjadi bisa jadi mimpi buruk bagi tentara yang akan lakukan pengamanan.
Ada juga kekhawatiran bahwa Pangeran Harry jadi mrngundang bahaya terhadap acara apa pun yang dia hadiri. Bahkan suami Meghan Markle itu kini dianggap sama dengan penulis The Satanic Verses, Salman Rushdie.
"The Invictus Games sangat dilabeli untuknya dan saya akan berpikir tingkat ancaman di sana pasti akan lebih tinggi. Akan ada masalah keamanan yang serius karena apa yang dia katakan. Langkah-langkah harus dilakukan untuk melindungi para veteran. Dan akan ada orang yang, diberi setengah kesempatan, ingin melakukan sesuatu," mantan kepala Angkatan Laut Laksamana Lord West, mengatakan kepada Sunday Mirror.
Baca Juga: Donald Trump Tunjuk Mike Waltz Jadi Penasihat Keamanan Nasional
Dia menyebut Harry sangat bodoh karena memberikan perincian tentang pembunuhan orang-orang Taliban tersebut.
Pernyataan itu terungkap dalam buku otobiografi berjudul Spare. Harry bahkan menyebut para korban perang Afghanistan itu sebagai “bidak catur”.
"Taliban yang membacanya berpikir ada pangeran yang memanggil kita semua bidak catur dan cukup senang membunuh kita. Dan saya yakin, akan ada banyak orang di Negara Islam dan organisasi teroris lainnya, yang akan berpikir ini adalah sesuatu yang harus dibalas," lanjut Lord West.
Setelah pengungkapan Harry tersebut, mantan kepala perlindungan kerajaan Dai Davies juga mengatakan bahwa sekarang perlu penambahan keamanan, meski keluarga kerajaan Inggris terkenal dengan penjagaan yang ketat.
Dai Davies mengingatkan terhadap peristiwa bom Manchester Arena saat konser Ariana Grande. Banyak orang berpikir kalau temoat tersebut tidak mungkin dapat dijangkau aksi terorisme.
Baca Juga: Akankah Taliban Didengar? Delegasi Afghanistan di COP29 Tanpa Pengakuan PBB
Akan tetapi, peristiwa bom bunuh diri benar terjadi pada 22 Mei 2017 itu.
"Anda hanya membutuhkan satu orang idiot yang mengira Allah telah menyuruhnya pergi dan melakukan kehendak Allah, seperti yang mereka lihat, dan Anda memiliki masalah," katanya.