Suara.com - Rozy, lelaki yang dituduh berselingkuh dengan ibu mertuanya kekeuh tak melakukan perbuatan terlarang tersebut dalam klarifikasinya baru-baruini. Hal tersebut langsung membuatnya kembali jadi sorotan warganet.
Tapi, tak menampik jika memiliki hubungan baik dengan ibu Norma Rosma tersebut. Bahkan, ia merasa nyaman dengan tindak tanduk ibu mertua pada dirinya, sejak sebelum menikah. Hal tersebut disampaikan dalam sebuah video yang diunggah akun TikTok @suspiriummmm.
Bagaimana tidak, kata Rozy, sejak sebelum ia menikah dengan Risma, calon ibu mertuanya itu begitu perhatian pada dirinya. Bahkan, sering membuatkannya bekal saat akan berangkat kerja hingga mencucikan baju-bajunya.
"Pas saya pacaran, yang meratiin saya tuh bukan NR, malah ibunya. Kayak nyuciin baju, itu sebelum nikah lho udah dileratiin kayak hal sekecil itu pun. Kayak saya kerja tuh dibekelin," pungkasnya seperti yang Suara.com kutip pada Kamis (5/1/2023).
Baca Juga: Rozy Ngaku Ada Hubungan dengan Ibu Mertua, Warganet: Ciyeh Lagi Nyeritain Pacar!
Dari sinilah ia memiliki kedekatan pada ibu Risma. Bahkan, kata Rozy, bapak Risma juga sudah mengetahui jika sebagai calon menantu, dirinya merasa nyaman dengan calon ibu mertuanya itu.
"Bapaknya juga udah tau gitu kalo saya tuh punya hubungan lah, cuma ya bukan hubungan sih ya, cuma ngerasa nyaman saya tuh sama ibunya," jelas Rozy.
Kejadian ini pun menimbulkan pertanyaan bagaimana sih hubungan seharusnya antara menantu dan mertua dalam Islam? Dikutip NU Online, Ustadz Tatam Wijaya, menjelaskan, dari hubungan shihr atau perkawinan akan lahir dua bentuk mahram, yaitu mahram muabbad (permanen) dan mahram muaqqat (sementara).
Mahram muabbad terdiri dari ibu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu tiri. Sedangkan mahram muaqqatnya adalah saudara perempuan dan bibi dari perempuan yang dinikahi, yaitu ipar dan bibinya.
Dengan demikian, hubungan seorang laki-laki dan ibu mertuanya adalah hubungan mushaharah. Syariat menetapkan, ketika seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan, maka ibu kandung dan nenek perempuan tersebut langsung menjadi mahram muabbad-nya.
( )
Artinya: “Karena seba mushaharah (perkawinan), ibu si perempuan yang dinikahi menjadi mahram bagi si laki-laki, baik sudah digauli ataupun belum, berdasarkan ayat: '(Diharamkan bagi kalian) para ibu dari istri-istri kalian,' (QS. an-Nisa’ [4]: 23).
Demikian pula menjadi mahram semua perempuan yang memiliki hubungan keibuan dengan perempuan tersebut, yaitu nenek-neneknya, baik nenek dari ayah maupun nenek dari ibu,” (Lihat: al-Imam an-Nawawi, [Majmu’ Syarh al-Muhadzab], jilid XVI, halaman 216).
Berdasarkan petikan di atas, walaupun baru sekadar akad dan belum berhubungan suami-istri, seorang laki-laki langsung memiliki hubungan mahram muabbad dengan ibu perempuan yang dinikahinya (mertua).
Konsekuensi mahram muabbad adalah mahram selamanya. Artinya, tidak ada bekas mertua walaupun si laki-laki tadi sudah bercerai dengan istrinya. Konsekuensi lainnya adalah si laki-laki tidak batal wudhu jika bersentuhan dengan ibu mertuanya.
Di sisi lain, si ibu mertua juga memiliki batasan aurat yang lebih longgar layaknya batas aurat seorang perempuan di hadapan mahramnya, yaitu antara pusar dan lutut selama terhindar dari fitnah.
Payaknya aurat seorang perempuan dengan laki-laki yang menjadi mahramnya. Namun, jika tidak aman dari fitnah, maka si ibu mertua harus menjaga pergaulan dengan menantu laki-lakinya.
Ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan, maka ia juga tidak batal wudhu jika bersentuhan kulit dengan ibu mertuanya.
Syariat mengajarkan, sikap, penghormatan, perlakuan, dan kedekatan seorang laki-laki terhadap ibu mertuanya layaknya sikap, penghormatan, perlakuan, dan kedekatannya terhadap ibunya sendiri.
Hal itu harus ditunjukkan sejak berlangsungnya akad pernikahan yang sah, bukan sejak pergaulan suami-istri, sebagaimana terbentuknya hubungan tersebut sejak selesainya akad atau ijab-kabul.