Perempuan Batal Nikah karena Bentak Calon Mertua Ogah Kembalikan Mahar Rp 35 Juta, Menurut Hukum Islam Gimana?

Rabu, 04 Januari 2023 | 17:05 WIB
Perempuan Batal Nikah karena Bentak Calon Mertua Ogah Kembalikan Mahar Rp 35 Juta, Menurut Hukum Islam Gimana?
Kisah Viral Pasangan Asal Palembang Gagal Nikah karena Mahar Kurang (TikTok/@elsawd7795)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Viral perempuan batal nikah sehari sebelum acara, diduga karena membentak calon mertuanya akibat mahar yang kurang Rp 700 ribu. Diketahui, perempuan bernama Dona Wulandari sudah menerima uang mahar senilai Rp 35 juta dari laku-laki dengan nama Anjas itu.

Namun, baru-baru ini, Dona muncul dengan pembelaannya. Ia mengatakan, kalau Anjas justru yang membatalkan pernikahan tersebut.

Dona juga menegaskan, ia tidak akan mengembalikan uang mahar Rp 35 juta dari pihak keluarga anjas. Bahkan, ia siap jika keluarga Anjas akan menuntutnya hingga harus dilaporkan ke polisi.

Viral cerita batal nikah (Instagram/tanterempong.official)
Viral cerita batal nikah (Instagram/tanterempong.official)

"Saya tidak akan mangkir dari panggilan polisi dan saya akan datang. Tidak ada niat untuk mengembalikan uang Rp35 juta itu karena mereka sudah mengikhlaskan," kata Dona saat memberikan klarifikasi kepada awak media di Mapolsek Pengandonan, Ogan Komering Ulu (OKU), seperti dikutip suara.com, Kamis (29/12/2022).

Baca Juga: Kembali Viral! Mas Kawin Indra Bekti untuk Aldila Jelita Harganya Fantastis: Kalau Kenapa-kenapa Bisa Dijual

Tidak hanya itu, sempat juga ada tuduhan kalau uang mahar telah digunakan untuk membeli motor. Namun, Dona menjelaskan kalau motor barunya itu dibeli pakai uang sendiri.

"Untuk motor itu adalah dari uang pribadi, itu bukan punya saya tapi punya keluarga saya, intinya motor bukan dibeli hasil uang pemberian, logika motor itu harganya 30 juta, dia memberi uang Rp 35 juta, gimana kita mau acara sedekah beli sembako tidak masuk akal kan, " pungkas Dona.

Berbicara mengenai mahar sendiri, lantas bagaimana hukumnya dalam Islam? Apakah ketika batal nikah mahar tersebut boleh diminta kembali, lalu bagaimana jika sudah digunakan?

Mengutip NU Online, lamaran bukan sebuah perjanjian seperti pernikahan. Oleh sebab itu, ketika batal, tidak ada sanksi material jika pernikahan tersebut gagal. Oleh karena itu, mahar yang diberikan ketika lamaran bisa diminta kembali.

Bahkan, ketika mahar tersebut rusak atau sudah digunakan, dapat dikembalikan dengan hal lain dengan harga senilai. Terkait hal ini sudah terdapat dalam hukum mahar yang berbunyi.

Baca Juga: Daripada Galang Dana, Netizen Sarankan Aldila Jelita Jual Mahar dari Indra Bekti

“Sedangkan (utuh atau sebagian) mahar yang diserahkan lebih dulu saat lamaran (sebelum akad nikah) oleh pihak laki-laki yang melamar, boleh diminta kembali apakah mahar itu masih ada, rusak, atau sudah digunakan. Kalau sudah habis atau sudah digunakan, maka mahar itu dikembalikan dalam bentuk nilainya jika barang itu dapat dinilai dengan nominal, dan dikembalikan dengan barang sejenis bila barang serupa itu mudah ditemukan, apapun sebabnya baik dari pihak laki-laki yang melamar maupun dari pihak perempuan yang dilamar. Hukum ini disepakati secara fiqih,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz VII, halaman 26).

Laki-laki berhak meminta kembali

Selama belum ada pernikahan, pihak laki-laki berhak untuk meminta mahar tersebut kembali. Pasalnya, ketika belum ada ikatan, mahar tersebut merupakan hak laki-laki. Hal ini tertulis dalam hukum fikih yang berbunyi.

“Pihak laki-laki berhak meminta kembali mahar yang diberikan lebih dahulu (saat lamaran) karena mahar diberikan untuk perkawinan dan sebagai imbalan darinya (pihak laki-laki). Selama perkawinan tidak terwujud, maka kepemilikan mahar sedikit pun tidak sah dan wajib dikembalikan kepada pemiliknya karena mahar itu murni hak pihak laki-laki,” (Lihat Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, [Kairo, Al-Fathu lil I‘lam Al-Arabi: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 21).

Meski demikian, terkait mahar ini lebih baik dibicarakan oleh kedua belah pihak keluarga. Pihak laki-laki bisa saja mengikhlaskan mahar tersebut. Namun, jika berbicara hak kepemilikan, mahar tersebut tetaplah milik laki-laki.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI