Ketahui Pengertian Toxic Masculinity dan Kenali Bahayanya Terhadap Kesehatan Mental Lelaki

Dinda Rachmawati Suara.Com
Kamis, 29 Desember 2022 | 07:10 WIB
Ketahui Pengertian Toxic Masculinity dan Kenali Bahayanya Terhadap Kesehatan Mental Lelaki
Ilustrasi lelaki menangis (Elements Envato)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kata-kata "Anak laki-laki nggak boleh cengeng?" atau "Kamu kan laki-laki, harus kuat dong!"mungkin sering kita dengar. Awalnya, kata-kata ini sering diucapkan untuk bisa memotivasi seseorang. Tapi tahukah kamu kalau hal tersebut justru termasuk dalam toxic masculinity?

Dilansir Alodokter, pengertian toxic masculinity adalah suatu tekanan budaya bagi kaum lelaki untuk berperilaku dan bersikap dengan cara tertentu. Istilah ini umumnya dikaitkan dengan nilai-nilai yang dianggap harus ada di dalam diri seorang lelaki, misalnya pria harus menunjukkan kekuatan, kekuasaan, dan pantang mengekspresikan emosi.

Pada dasarnya, maskulin merupakan sebuah karakteristik yang baik. Namun, hal ini menjadi toxic atau salah arah ketika lelaki dituntut harus memiliki dan menunjukkan maskulinitas demi menghindari stigma “laki-laki lemah”.

Padahal, seorang lelaki juga bisa saja memiliki sifat yang lembut atau gentle, ramah, atau sensitif, dan hal ini bukanlah hal yang salah pada mereka.

Baca Juga: Faisal Harris Unggah Video Bayi Lelaki Berparas Bule, Anak Jennifer Dunn?

Ilustrasi lelaki sedih (Pexels/Karolina Grabowska)
Ilustrasi lelaki sedih (Pexels/Karolina Grabowska)

Toxic masculity justru bisa berdampak buruk bagi kehidupan sosial dan kesehatan mental lelaki. Dikutip Very Well Mind, lelaki yang secara aktif menghindari kerentanan, bertindak berdasarkan keyakinan homofobik, mengabaikan trauma pribadi, atau menunjukkan perilaku prasangka terhadap perempuan, hal ini berkontribusi pada banyak masalah sosial yang lebih besar, seperti kekerasan berbasis gender, kekerasan seksual, dan kekerasan senjata.

Lelaki juga sama seperti perempuan, mereka mengalami kecemasan, depresi, dan penyakit mental. Namun, mereka lebih cenderung kurang memanfaatkan layanan kesehatan mental daripada perempuan, dan mereka lebih enggan untuk mencari bantuan, terutama dalam hal kesehatan mental.

Dalam konsep toxic masculinity, emosi cenderung dinilai sebagai kelemahan dan kejantanan identik dikaitkan dengan kekuatan, ketangguhan, atau wibawa. Jadi, setiap lelaki harus mampu menyimpan emosi dalam situasi apa pun, khususnya kesedihan, dan bersikap dominan, seperti dalam adat patriarki.

Selain itu, sikap toxic masculinity juga biasanya tampak melalui beberapa ciri berikut:

  • Tidak menunjukkan emosi sedih dan mengeluh, serta menganggap bahwa lelaki hanya boleh mengekspresikan keberanian dan amarah
  • -Tidak membutuhkan kehangatan atau kenyamanan
  • Tidak perlu menerima bantuan dan tidak boleh bergantung pada siapa pun
  • Harus memiliki kekuasaan dan status sosial yang tinggi agar bisa dihormati oleh orang lain
  • Berperilaku kasar dan agresif, serta mendominasi orang lain, khususnya perempuan
  • Tendensi untuk bersikap misoginis
  • Cenderung melakukan aktivitas seksual dengan kasar
  • Menganggap “keren” kebiasaan yang tidak sehat, seperti merokok, minum minuman beralkohol, bahkan mengonsumsi obat-obatan terlarang
  • Heteroseksisme dan homofobia
  • Sikap toxic masculinity juga dapat tercermin dalam anggapan bahwa lelaki tidak boleh mengerjakan atau memiliki minat terhadap aktivitas yang identik dengan pekerjaan kaum hawa, misalnya memasak, menjahit, atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Baca Juga: Ungkap Kriteria Lelaki Idaman di Depan Ayu Ting Ting, Nathalie Holscher: Harus Mapan Biar Gak Cerai

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI