Suara.com - Rizky Billar mengaku sakit hati masih terus dihujat netizen setelah kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT kepada Lesti Kejora.
Ungkapan hati Billar ini dibagikan akun instagram @insta_julid dalam bentuk potongan video, dilihat suara.com, Sabtu (17/2022). Ia memohon netizen untuk memberikan komentar yang sehat dan tidak berlebihan.
"Cobalah komenannya, yang sehat-sehat aja. Walaupun kita publik figur bukan berarti dihalalkan untuk dihujat, bagaimanapun kami punya hati," ujar Billar.
"Kamipun manusia biasa, kalau dikata-katain, dicaci, dihina, itu bisa sakit juga. Manusia biasa," sambung Billar.
Lantas, jadi penasaran nggak sih kenapa selebriti jadi sasaran empuk haters?
Mengutip Psychology Today, selebriti mendapat perhatian banyak media, sehingga sosoknya dibutuhkan kesadaran publik yang tinggi karena diperhatikan secara luas.
Selain itu selebriti adalah validasi sosial dalam skala besar yang luas, sehingga seseorang yang dikagumi banyak diasumsikan harus diperhatikan.
Hasilnya selebriti dengan banyak pengikut di media sosial membuat mereka jadi target empuk pembenci alias haters, apalagi jika selebriti disebut telah melanggar norma di masyarakat, seolah komentar kebencian dihalalkan.
Tapi bisa dipastikan bullying adalah perilaku agresif berulang, disengaja dan dilakukan secara pribadi. Namun karena di media sosial membuat pelakunya mengintimidasi secara anonim, tidak bisa dikenali dan dicari secara langsung.
Baca Juga: Netizen Khawatir Nasib Kia Poetri, jadi Pacar Vicky Prasetyo Gegara tak Pernah Nonton TV
Selebriti memang jadi sosok yang rentan terkena bully, ini karena mereka dinilai sudah mencapai kesuksesan karena jadi perhatian publik dan mendapat ketenaran.
Seperti diketahui perhatian publik dan ketenaran adalah salah satu indikator kesuksesan yang bisa dikomersilkan atau diperjualbelikan.
Inilah sebabnya selebriti dengan jumlah pengikut di media sosial mencapai jutaan hingga ratusan juta, seperti Justin Bieber yang lebih dari 100 juta pengikut di Instagram, mengambil jeda di media sosial atau detoksifikasi media sosial.