Suara.com - Learning loss menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh para siswa di Indonesia saat pandemi. Oleh sebab itu, seiring dengan makin membaiknya situasi pandemi Covid-19, pemberian materi esensial harus jadi fokus dalam upaya memulihkan hasil pembelajaran yang hilang selama pandem.
Dalam keterangannya, Peneliti Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Lukman Solihin, mengatakan, bahwa para guru memainkan peran penting dalam upaya tersebut. Untuk meningkatkan hasil pembelajaran, refleksi dengan merujuk pada sejumlah indikator yang bisa dipakai juga penting untuk dapat dijalankan oleh sekolah dan dinas.
“Misalnya, indikator berbagi pengalaman atau sharing yang mungkin tadinya tidak dipakai oleh para guru, kini seharusnya menjadi bagian dari kegiatan sekolah,” kata Peneliti Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Lukman Solihin, dalam sesi diskusi di ajang Temu Inovasi ke-14 yang digelar di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Dalam diskusi tersebut juga disampaikan hasil studi Kesenjangan Hasil Pembelajaran selama pandemi Covid-19 yang dilakukan Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Program INOVASI.
Baca Juga: Perayaan Natal Gereja Tiberias Indonesia di GBK
Pandemi Covid-19 yang berlangsung selama dua tahun terakhir menjadi tantangan bagi sekolah dalam menjalankan pembelajaran. Kementerian telah membuat kebijakan, termasuk Kurikulum Merdeka, sebagai opsi pemulihan pembelajaran.
Kurikulum ini membuat sekolah lebih fokus pada materi esensial dan pengembangan kompetensi. Pembelajaran juga bisa lebih mendalam dan bermakna. Para guru dan siswa memiliki ruang dalam pembelajaran sesuai tahap capaian peserta didik. Kegiatan pembelajaran pun bisa lebih relevan dan interaktif.
Selain mengimplementasikan kurikulum yang sesuai, menurut Lukman, sekolah dan dinas pendidikan juga perlu melakukan identifikasi permasalaham, refleksi terhadap hasil yang selama ini dicapai dan melakukan perbaikan apabila ditemukan permasalahan.
Dengan demikian, upaya transformasi pembelajaran dan peningkatan hasil belajar, terutama literasi dan numerasi, bisa berjalan lebih baik.
“Literasi dan numerasi adalah aspek dasar siswa supaya bisa belajar lebih baik di tingkat selanjutnya,” kata Lukman.
Baca Juga: Jokowi Minta Guru Bangun karakter kebangsaan dan Pancasila kepada anak didik
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Tana Tidung, Kalimantan Utara, Irdiansyah, mengatakan bahwa asesmen di awal pembelajaran dan pembelajaran terdiferensiasi yang dipelajari dari Program INOVASI juga terbukti mendorong perbaikan hasil belajar siswa. Kolaborasi pemerintah daerah dan pusat, termasuk UPT di Provinis serta mitra pembangunan dan pihak swasta juga berperan besar dalam membantu sekolah dan siswa dalam pembelajaran.
“Pemerintah daerah selalu berkomunikasi dan berusaha memenuhi kebutuhan pendidikan, termasuk di daerah yang kesulitan akses. Kami optimistis dengan inovasi pendidikan bisa mengubah paradigma pembelajaran yang lama,” ujar Irdiansyah.
Guru SDN Dungkek 1 Sumenep, Jawa Timur, Tutuk Nuyati, mengatakan keterbatasan sarana teknologi dan informasi menjadi tantangan para pendidik untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah. Ditambah lagi kemampuan para guru dalam menggunakan perangkat teknologi juga tidak merata.
“Akhirnya kami mengatasinya dengan membangun kesadaran bersama, berkolaborasi dan saling berbagi pengalaman,” kata Tutuk yang bersama koleganya mengembangkan aplikasi asesmen membaca formatif untuk mendorong efisiensi dan kemudahan penggunaan oleh para pendidik.
Sementara itu, Laporan Studi Kesenjangan Pembelajaran – 3, Kesenjangan yang Kian Melebar: Dampak Pandemi COVID-19 pada Siswa dari Kelompok Paling Rentan di Indonesia, mengungkapkan bahwa meskipun COVID-19 berdampak untuk semua siswa, siswa dari kelompok rentan cenderung paling terdampak.
Siswa dengan multi kerentanan berpotensi memiliki hasil belajar lebih rendah. Siswa di pedesaan dan daerah terpencil lebih banyak yang memiliki performa literasi dan numerasi tingkat 1 sehingga tidak memenuhi tingkat keterampilan minimum dibandingkan dengan siswa di perkotaan.
Bagi kelompok siswa penyandang disabilitas, sebanyak 91 persen siswa laki-laki penyandang disabilitas di pedesaan tidak memenuhi tingkat keterampilan minimum, sementara jumlah siswa laki-laki penyandang disabilitas di perkotaan yang tidak memenuhi keterampilan minimum mencapai 82 persen.