Suara.com - Rencana Presiden Joko Widodo yang akan menikahkan putra ketiganya Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono ternyata menjadi sorotan. Banyak pihak menuding dan mencibir bahwa Jokowi menikahkan ketiga anaknya selama ia menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Tudingan itu disampaikan sejumlah warganet di Twitter dan direspon oleh Gibran Rakabuming Raka.
"Menjabat dua periode, Presiden Jokowi mantu 3 kali. Kira-kira total sumbangan yang didapat berapa?," ungkap @abduxxxxx.
"Baru kali ini 3 anak nikah disaat menjabat presiden," kata @deAxxxxx.
Baca Juga: Lucunya! Jan Ethes dan Sedah Mirah Terlibat di Pernikahan Kaesang-Erina, Apa Tugasnya?
"Yah gimana ya bro, pa jokowi kan jabat 2x periode, sekarang tahun ke 8 masa jabatannya. wajarlah kalau anaknya yang udah pada gede menikah pas beliau menjabat jadi presiden. Wong Orang tua saya aja dalam 5 tahun nikahin 3 anaknya.. emang masalah?," tambah @achmxxxxxx.
Merespon tudingan tersebut, Gibran dengan tegas mengatakan bahwa Jokowi tidak pernah menerima amplop maupun hadiah dari para tamu yang hadir.
"Tidak pernah ada sumbangan," katanya singkat.
Dalam undangan yang disebar oleh Kaesang Pangarep dan Erina Gudono juga terdapat pemberitahuan yang menyatakan, ‘Tanpa mengurangi rasa hormat, Mohon maaf kami tidak menerima sumbangan dalam bentuk apa pun’.
Pemberitahuan tersebut tertulis di bagian bawah kartu akses masuk di dalam surat undangan resepsi pernikahan Kaesang dan Erina.
Baca Juga: Ini Mahar yang Diberikan Kaesang ke Erina, Ada Uang Rp300 Ribu, Apa Alasannya?
Alasannya sendiri adalah demi menghindari gratifikasi yang rawan terjadi ketika pejabat menggelar hajatan.
Seperti diketahui, dikutip dari situs Kementerian Keuangan, definisi Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa gratifikasi merupakan pemberian dan dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Adapun pengecualian sekaitan dengan gratifikasi ada pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021, Pasal 12C ayat (1).
Adapun Peraturan yang mengatur tentang gratifikasi itu ada pada pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 yang berbunyi setiap gratifikasi pada pegawai negri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap,apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Adapun sanksi yang mnjadi ganjaran pelanggaran sekaitan dengan gratifikasi yakni pada pasal 12B ayat (2) UU No.31/1999 jo UU No.20/2021 yang berbunyi pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.