Suara.com - Cerita viral gagal nikah antara Yessy dan Ryan Dono masih jadi sorotan publik. Lewat acara podcast bersama Denny Sumargo, kedua mantan pasangan itu ditemukan bersama ibu masing-masing.
Viral gagal nikah saat H-3 acara karena alasan mahar sertifikat rumah, ternyata ada alasan lain yang membuat pihak Yessy memutuskan tidak melanjutkan ijab kabul.
Dalam podcast, Yessy dan ibunya mengaku jika selama mereka mempersiapkan pernikahan, pihak Ryan Dono tidak pernah melamarnya, meminta dirinya ke orangtua secara resmi.
"Keluarga Yessy, yaudah kita restu. Tapi kan seharusnya kalau di pihak Yessy mungkin namanya lamaran pasti kan harus secara resmi ya, kak. Pengenlah orangtua Yessy anaknya diminta. Diminta bahwa "ya kami mau mengajak Yessy untuk gabung bersama keluarga kami," ungkap Yessy.
Namun, keterangan berbeda disampaikan pihak Ryan Dono. Setelah 6 bulan perpacaran, pihak Ryan Dono pernah datang ke rumah Yessy untuk melamar bersama dua orang tokoh masyarakat di desa. Sayangnya ibu Yessy menangis sambil mengungkit jasanya yang telah membesarkan anak.
"Jadi dia malah mengutarakan Yessy ini menanggung jawab ade-adenya. Yessy ini tulang punggung. Kalo bisa jangan dulu nikah kalau belum bisa mengembalikan jasa ke orangtua. Udah kuliah itu ga sedikit uang," ujar ibu Ryan Dono menirukan perkataan mantan calon besannya.
Terlepas dari keterangan siapa yang lebih benar, lamaran atau khitbah memang biasanya menjadi tahapan menuju jenjang pernikahan
Dikutip dari Nu Online, khitbah menjadi satu cara untuk menunjukkan keinginan seorang laki-laki menikahi perempuan pilihannya, sekaligus memberitahukan hal yang sama kepada wali si perempuan. Keinginan itu bisa disampaikan langsung oleh si laki-laki atau melalui wakilnya.
Jika si perempuan menerima, berati tahapan-tahapan lain menuju pernikahan bisa dilanjutkan. Jika tidak, tahapan pernikahan biasanya dihentikan sampai di situ.
Baca Juga: Sakit Hati Dihujat Netizen Karena Mahar Sertifikat Rumah, Yessy: Aku Matrenya Dari Mana?
Hikmah dari melamar ialah memberi peluang untuk mengenal lebih jauh antara kedua belah pihak. Di sana ada kesempatan untuk saling mengetahui perangai, tabiat, dan adat kebiasaan masing-masing, dengan tetap memperhatikan batasan-batasan yang dibolehkan syariat.
Setelah perkenalan dianggap cukup, masing-masing sudah merasa cocok, dan pertanyaan masing-masing sudah terjawab, maka kedua belah pihak bisa beranjak ke jenjang pernikahan untuk membangun kehidupan bersama yang langgeng dan penuh kebahagiaan sampai ajal memisahkan keduanya.
Lamaran atau khitbah bisa disampaikan dengan ungkapan yang jelas dan tegas, bisa juga dengan ungkapan tawaran dan sindiran. Ungkapan jelas, misalnya, “Saya bermaksud melamar si fulan,” atau “Saya ingin menikahi si fulan.”
Sementara ungkapan tawaran atau sindiran, misalnya diungkapkan langsung kepada si perempuan, “Saya melihatmu sudah saatnya menikah,” atau “Bahagia sekali orang yang mendapatkan dirimu,” atau “Saya sedang mencari gadis yang seperti dirimu,” dan sebagainya.
Namun, perlu dicatat bahwa melamar, begitu pula pemberian hadiah, tukar cincin, tunangan, dan semacamnya, baru sekadar janji atau keinginan untuk menikah, bukan pernikahan itu sendiri. Sebab, pernikahan tidak terlaksana kecuali dengan akad nikah yang memiliki syarat dan rukun tersendiri.
Artinya, laki-laki yang melamar dengan perempuan yang dilamarnya masih tetap bukan mahram. Dengan demikian mereka tidak boleh berkhalwat, berduaan, saling memandang, bergandeng tangan, dan sebagainya kecuali dalam batas yang diperbolehkan syara’, yaitu bagian wajah dan kedua telapak tangan.