Suara.com - Bocah viral di TikTok, Shabira Alula atau Lala ternyata termasuk sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK) karena memiliki IQ atau intelligent quotient di atas rerata. Mungkinkah Lala termasuk Gifted Kid Syndrome atau sindrom anak berbakat?
Pernyataan ini diungkap langsung ibu Lala, Oci Sabrina yang mengatakan anaknya merupakan anak berkebutuhan khusus alias ABK, namun bukan masuk kategori kekurangan kemampuan tertentu, tapi sebaliknya karena punya kelebihan. Apakah Lala anak jenius?
"Sebenarnya lala itu sebenarnya anak berkebutuhan khusus juga, tapi bukan anak dalam bidang kekurangan. Katanya sih itu semacam kelebihan jadi materi belajarnya juga berbeda, karena dia ini akan cepat bosan, ketika dia sudah belajar. Misalnya perkalian dengan cara seperti ini merasa sudah bisa," ungkap Oci dalam acara podcast Deddy Corbuzier dikutip suara.com, Jumat (25/5/2022).
Selain karena respon belajar Lala TikTok yang sangat cepat dan pesat, hasil tes IQ anak berusia 3 tahun itu di angka 127 dan masih bisa berkembang hingga 136.
Baca Juga: Deddy Corbuzier Singgung Rendahnya IQ Masyarakat Indonesia, Memang Rata-rata Nilainya Berapa?
Perlu diketahui seseorang dikatakan jenius jika memiliki nilai IQ lebih dari 120 hingga 130. Sedangkan tes IQ adalah penilaian mengukur kemampuan kognitif dan memberikan skor kemampuan dan potensi interlektual seseorang.
Bahkan menurut Oci berdasarkan perkataan psikolog, karena Lala sangat pintar alias jenius bukan tidak mungkin ia punya kesempatan akselerasi atau naik kelas lebih cepat dari anak seusianya. Namun bagi Oci, ia akan lebih fokus menggali potensi anak pertamanya itu.
"Psikolognya sih sempet bilang, kalau misalnya nanti dia tidak mau belajar, jangan dipaksa karena dia menganggap bahwa dia sudah bisa," papar Oci.
Mengutip Child Mind Institute, anak berbakat dan anak jenius ada dan nyata di masyarakat, kelompok anak dengan IQ di atas rerata masuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus (ABK), mereka merasa selalu haus akan tantangan dan mudah frustasi jika merasa bosan karena tidak ada tantangan baru.
Ini karena jika mereka mengikuti program pendidikan biasa dan tidak menantang hasrat keingintahuannya, mereka akan merasa frustasi dan gelisah. Hasilnya anak berpotensi alami kecemasan depresi, rendah harga diri, hingga menyebabkan masalah perilaku.
Baca Juga: Diprank Ugly Cake Patrick Mleyot, Respons Shabira Alula Sukses Bikin Ngakak
Bahkan jika materi belajar atau program pendidikan sekolah membuat mereka bosan, atau orang tua malas meladeni anak dengan kecerdasan di atas rata-rata, bakat anak itu akan terpendam.
Sedangkan mengutip Raising Children, sindrom anak berbakat umumnya lahir dengan kemampuan alami di atas rerata anak seusianya. Anak ini juga bisa berbakat tidak hanya dalam satu bidang, bisa juga kreatif dan punya intelektual tinggi sekaligus.
Atau bahkan anak ini punya koordinasi fisik dan ingatan di atas rata-rata. Bisa juga anak tersebut matang secara sosial dan emosional lebih cepat daripada anak lain seusianya.