Suara.com - Wajah Sabrina Chairunnisa sering kali disebut-sebut mirip dengan anak angkat Deddy Corbuzier, Nada Tarina Putri. Bahkan akhir-akhir ini beredar gosip di media sosial kalau Nada anak kandung Sabrina dan Deddy yang selama ini disembunyikan.
"Aku mikirnya Deddy ngangkat anak sebelum nikah sama Sabrina, bisa jadi itu emang anaknya Sabrina biar menepis anggapan miring netizen. Abisnya bak pinang dibelah dua loh mereka," komentar seorang warganet pada salah satu unggahan Sabrina di Instagram.
Karena tudingan itu, Sabrina Chairunnisa sempat mengklarifikasi melalui Instagram Story-nya. Ia menyindir dengan tulisan kalau menebar fitnah dan mengurusi hidup orang lain adalah budaya orang Indonesia.
Beberapa kali finalis Puteri Indonesia 2011 itu juga sempat membalas komentar warganet di Instagram yang masih merasa kalau Sabrina dan Nada sebenarnya ibu dan anak. Namun anggapan itu langsung disanggah dengan tegas Sabrina lantaran Nada yang saat ini berusi 13 tahun sebenarnya hanya terpaut 16 tahun.
"Maaf mba, aku gak segatel itu umur 16 udah brojol," balas perempuan kelahiran 19 November 1992 tersebut.
Lantas benarkah dua orang bisa begitu mirip meskipun tidak punya hubungan sedarah?
Fenomena seperti itu kerap disebut dengan istilah doppelganger, di mana seseorang yang tidak ada hubungan genetik memiliki rupa fisik yang mirip.
Menurut ilmuwan forensik dan pakar pengenalan wajah di George Washington University Daniele Podini, teori doppelganger atau wajah ‘kembar’ tanpa hubungan darah sebenarnya belum bisa dibuktikan secara sains.
Tetapi, Podini mengakui bahwa secara statistik, kemungkinan fenomena itu tidak bisa dipungkiri. Sebab jumlah populasi seluruh manusia di bumi dan fakta bahwa genetika manusia bekerja secara acak.
Dikutip dari Hello Sehat, manusia tidak sepenuhnya beragam secara genetika. Jadi pada akhirnya, angka-angka pembentuk gen tersebut yang mendikte beberapa fitur tertentu akan mewakili seseorang dan akan berkombinasi secara acak.
Tapi hal itu tidak berarti seseorang menjadi duplikat atau kembaran dari orang lain meski tidak sedarah.
Selain itu, pengenalan wajah juga memainkan peran kunci dalam interaksi manusia. Saat berusaha mengenali seseorang, otak akan bekerja mirip sebuah scanner yang memindai wajah orang tersebut dan mengubah setiap aspek dari wajahnya menjadi sebuah kode.
Sistem pengenalan wajah oleh otak itu menjadi cara yang efektif agar bisa membedakan satu wajah dengan yang lainnya, dengan satu pengecualian. Cara setiap orang mengenali wajah orang lain mungkin diawali dengan urutan tertentu, misalnya dari mata, mulut, hidung.
Ukuran dan penempatan dari mata orang tersebut, misalnya, akan menentukan bagaimana cara seseorang melihat sisa dari wajahnya.
Orang lain mungkin akan menafsirkan dengan cara sebaliknya. Misal, mengenali wajah mulai dari hidung, mulut, mata. Kedua otak ini mendapatkan sinyal yang sama, tapi letak fitur yang acak membuat otak memfokuskan pada satu bagian wajah tertentu daripada menyesuaikan persepsi dari keseluruhan sisa wajahnya.
Itu menunjukkan bahwa persepsi wajah seseorang di mata satu orang belum tentu sama dengan dengan pandangan orang lain.