Suara.com - Erigo dan The Goods Dept jadi trending topic di Twitter, usai viralnya pengakuan karyawan brand lokal yang dipaksa mengundurkan diri atau dikenai denda ratusan juta rupiah. Akibatnya banyak warganet pengguna pakaian kedua brand itu ikut merasa terbebani saat memakainya.
"Pas pakai jaketnya Erigo kok jadi keringat berlebih gitu. Ternyata itu keringat pekerja yang tidak dihargai," ujar @Androngehe yang di retweet oleh puluhan akun.
Tidak hanya itu, netizen juga meyakini biaya yang dikeluarkan Erigo untuk pemotretan artis dan influencer di luar negeri lebih besar, bahkan membawa para publik figur ini ke event bergengsi luar negeri.
"Cacad Erigo, padahal gedean duit yang lu pakai buat bayar influencer ke New York," ungkap @rrkecil2.
Baca Juga: Kesal Sama Anggota Ormas, Gitaris Band Momonon Lakukan Ini Agar Mereka Mau Turun dari Panggung
Bahkan tidak habis pikir, ada netizen yang mencari tahu siapa HRD dibalik pemaksaan karyawan mengundurkan diri. Tindakan netizen tersebut mengalahkan detektif.
"Netizen sekarang udah ngalahin detektif. Nyari profil HRD Erigo beserta The Goods Dept employee aja cuma modal screenshot-an story korban PHK sepihak, bisa ketemu semua, edun euy," sahut @jihananwar_
"Bisa-bisanya, dapat data karyawannya," timpal @supiyandi.
Sementara itu, viral di Twitter lebih dari 30 karyawan dipaksa mengundurkan diri dan tidak digaji, untuk mengganti minus dari ribuan produk karena produk yang minus. Tapi perusahaan brand fashion lokal itu tidak memiliki bukti jika minus itu disebabkan oleh para karyawan.
Dalam utas itu terungkap bagaimana lebih dari 30 karyawan yang diduga bekerja di brand Erigo harus menanggung ganti rugi ratusan juta, dengan rerata masing-masing karyawan menanggung kurang lebih Rp 30 juta.
"Pada tanggal 19 hingga 20 Oktober 2022 Store kami melakukan Stock Opname (SO). Hasil Stock Opname keluar 3 hari setelah Stock Opname dilakukan," tulis @DiahLarasatiP, dikutip suara.com, Jumat (4/11/2022).
Hasilnya ditemukan banyak minus, dan ada lebih dari 1.000 produk minus bila disandingkan dengan data stock card di sistem tim operational store. Lalu para karyawan melakukan penelusuran, salah satunya ada barang yang tidak terscan, dan tidak tertera di data hasil stock opname tersebut.
"Terbukti hasil stock opname itu tidak maksimal, pasti banyak barang yang tidak terscan," ungkap Larasati.