Suara.com - Hari Minggu itu, kota Gold Coast di Queensland, Australia cerah, dan lautannya sangat jernih. Pria Australia Chumpy Pullin sedang menghabiskan waktu dengan pasangannya, Ellidy.
"Saya pergi menangkap ikan dulu untuk makan malam nanti," katanya Chumpy kepada pasangannya.
Sang atlet tersebut langsung mengenakan baju renang lalu bergegas mengarungi Samudera Pasifik.
Menjelang siang, saat Chumpy masih di laut, Ellidy merasakan rasa sakit di dadanya yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Jantungnya seperti dikoyak-koyak.
Baca Juga: Terungkap! Sidang Putri Candrawathi: Tak Ada Sperma di Kemaluan dan Anus Brigadir J
Tidak lama setelahnya, seorang tetangga memberitahu ada jenazah yang baru saja ditarik dari laut. Ia bertanya pada Ellidy: Bukannya Chumpy sedang di laut?
Ellidy menepis pemikiran tersebut. Chumpy pasti yang menolong orang itu, kalau pun ada apa-apa, pikirnya.
Namun 10 menit kemudian, ia baru menyadari yang terjadi. Tanpa perlu diberitahu.
Ia sadar bahwa Chumpy, pasangannya selama delapan tahun terakhir, sudah meninggal dunia.
Hari itu, di tengah kegilaan dan rasa terkejut yang bercampur duka, ia berpikir sekilas: Bagaimana kalau saya hamil?
Baca Juga: Kata dr.Boyke Cairan Sperma Bikin Awet Muda, Kalau Tertelan Gimana?
'Saya berusaha menormalisasi duka'
Ellidy tidak hamil, tetapi 15 bulan setelah Chumpy meninggal, ia melahirkan anak mereka berdua.
Minnie Alex Pullin yang lahir pada Oktober 2021 berhasil menjadi janin melalui teknologi IVF atau bayi tabung, menggunakan sperma yang diambil dari jasad Chumpy beberapa jam setelah ia meninggal.
Ellidy menerbitkan buku berjudul Heartstrong tentang pengalamannya menghadapi kesedihan, menjadi seorang janda muda dan "kejutan" kelahiran anak perempuannya.
"Saya berusaha menormalisasi duka," katanya.
"Saya berusaha menormalisasi merayakan seseorang yang sudah meninggal dunia, bukan berpura-pura tidak memikirkan mereka."
Ia juga ingin menyebarkan informasi tentang kemungkinan pengambilan sperma dari orang yang sudah meninggal.
Dengan berbagi cerita, Ellidy berharap perempuan lain yang kehilangan pasangannya karena kecelakaan atau sakit parah masih memiliki kesempatan untuk memiliki anak mereka.
Sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mereka bisa menanyakan kemungkinan pengambilan sperma.
"Saya yakin akan apa yang sudah saya lakukan, dan saya bangga dan bahagia melakukannya," katanya.
"Hal ini telah mengubah hidup saya. Hidup kami semua. Dan [Chumpy] pastinya sangat senang."
Chumpy dan Ellidy memang sudah berencana untuk membangun rumah tangga bersama.
"Hidup kami sudah mengarah kepada pemikiran tentang punya rumah, anjing dan rencana besar lainnya," kata Ellidy.
"Kami sudah merencanakan banyak hal."
Sayangnya, Chumpy meninggal dunia di usia 32 tahun.
Ellidy tidak ingat jelas apa yang terjadi di hari kecelakaan itu terjadi, atau bahkan sampai beberapa bulan setelahnya. Ia mengaku linglung.
Kosong.
"Kadang rasa terkejut itu lebih baik dari perasaan yang muncul setelah rasa itu hilang," katanya.
Karena kegiatan paling sederhana pun tidak bisa dilakukan tanpa dihantui perasaan bersalah dan realita.
"Saya berpikir, mengapa saya ada di kafe mengobrol dengan teman? Pasangan saya baru meninggal dua minggu lalu," ujarnya.
"Saya bertanya pada diri sendiri, seharusnya saya tidak melakukan aktivitas normal, kan?"
Ellidy menunggu enam bulan sebelum mencoba teknologi IVF dengan sperma Chumpy.
"Suatu hari saya bangun dan berpikir, 'Saya siap. Saya harus mencobanya.'"
'Keputusan yang gila dan aneh'
Sebelum pasangannya meninggal, Ellidy tidak pernah mendengar tentang pengambilan sperma dari orang yang meninggal.
Di sebuah siang, ia sedang duduk di dek belakang rumah, dengan kepala tertunduk, sambil mendalami perasaan campur aduk: kehilangan, duka dan rasa tidak percaya.
Kemudian saudara laki-lakinya menyadarkannya: ia harus segera membuat keputusan.
Teman dan keluarga Ellidy melihat pengambilan sperma Chumpy sebagai sebuah pilihan. Tapi hanya tersisa beberapa jam bagi Ellidy untuk memutuskan.
"Saudara saya bertanya seolah ini adalah hal yang perlu tindakan cepat, dan saya hanya bilang, 'Iya, terserah. Saya bahkan tidak tahu kamu ngomong apa.'"
Ahli bedah di Gold Coast, Andrew Davidson lalu melakukan prosedur tersebut. Ia segera mengambil dan membekukan sperma Chumpy.
Enam bulan kemudian, Ellidy mencoba prosedur bayi tabung. Tahap kedua berhasil dan sembilan bulan kemudian, Minnie lahir dengan sehat.
Namun pengambilan sperma orang yang sudah meninggal tidak terlepas dari isu moral, etik, dan agama.
Ellidy mengatakan sempat diserang secara online karena mengambil keputusan ini.
"Saya tahu apa yang Chumpy inginkan jadi saya tidak peduli orang mau bilang apa," katanya.
"Saya hanya mencoba meneruskan apa yang kami ingin lakukan."
Ellidy mengatakan sering mendengar dari "banyak janda" tentang kejadian yang menimpa mereka.
Ia selalu menguatkan dan mengajarkan mereka untuk sabar. Anda akan merasa lebih baik, katanya kepada mereka.
"Saya sendiri benci mendengar saran ini tapi kenyataannya segala sesuatu bisa membaik," katanya.
"Duka itu hadir bagaikan gelombang, yang perlahan surut dan semakin surut.
"Kadang gelombangnya besar dan rasanya mungkin Anda tidak dapat melaluinya, tapi Anda akan melaluinya."
Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan ABC News Triple J Hack